Kamis, 14 Januari 2016

MODERNISASI THAILAND

Nama Thailand dikaitkan dengan nama sebuah kerajaan Sukhothai pada tahun 1238, yang kemudian diteruskan oleh kerajaan Ayutthaya pada pertengahan abad ke-14. Negara ini  mengganti namanya menjadi Thailand pada tahun 1939. Salah satu hal unik dari Thailand yaitu sampai dengan zaman modern negara ini tidak pernah di bawah dominasi kekuasaan bangsa-bangsa barat. Ini berarti bahwa negeri ini cenderung untuk menjauhkan diri dari beberapa arus perubahan yang mengubah banyak dari sisa Asia. Bahkan sampai seorang Siam melukiskan negerinya sebagai “sebuah negeri Eropa yang salah letak”. Dalam perjuangan antara Perancis, Inggris, dan Belanda untuk menguasai Indocina, Myanmar, dan Kepulauan Indonesia, Thailand bertindak sebagai penyangga antara kepentingan-kepentingan yang berkonflik, terutama antara Inggris dan Perancis, meskipun wilayahnya selalu dipotong oleh Inggris di Myanmar dan Malaya, dan oleh Perancis di Kampuchea dan Laos. Hal menarik lainnya dari negeri ini adalah modernisasi yang terjadi sebab negeri ini pernah tertutup bagi bangsa barat.oleh sebab itu, maka akan dibahas mengenai modernisasi di Thailand.

1.    Raja Mongkut
Era modernisasi di Thailand dimulai pada masa pemerintahan Raja Mongkut yang bergelar Rama IV. Mongkut meminta dengan tegas supaya saudara kandungnya, pangeran Chuthamani, dinobatkan sebagai “raja kedua”. Chuang Bunnag diangkat menjadi Chauphraya Sri Suriyawong, yaitu menteri peperangan provinsi-provinsi selatan (Kalahong) dan kepala menteri. Sementara itu adiknya, Kham Bunnag menjadi menteri keuangan.
Sir John Bowring, Gubernur Inggris dari Hong Kong dan menteri luar negeri untuk Cina mengajukan tuntutan atas perdagangan bebas berdasarkan cukai yang bersifat nominal saja dan penghapusan semua monopoli perdagangan dan komoditas Siam. Selanjutnya pada 18 April 1885 ditandatangani perjanjian Bowring. Di bawah syarat-syarat perjanjian tersebut, Siam bersedia memberikan hak ekstrateritorial, menyetujui penghapusan komoditas perusahaan maupun yang diborongkan atau monopoli-monopoli dan cukai-cukai transit, dan penetapan menurut nilai (adva-lorem) tarif 3% terhadap barang-barang impor dan 5% terhadap barang-barang ekspor.
Keputusan Siam untuk berbuat demikian merupakan cara untuk menghindari ancaman intervensi asing. Supaya perjanjian tersebut dapat berjalan, Mongkut dan para menterinya harus menjalankan apa yang diakui oleh Bowring sebagai “sebuah revolusi total di dalam semua mekanisme keuangan pemerintah”. Kemungkinan bahwa perdagangan luar negeri akan segera berkembang, maka jumlah kapal-kapal asing yang mengunjungi Bangkok meningkat lebih dari 10 kali lipat dan Siam menjadi salah satu pengekspor beras dan kayu jati terbesar di dunia.
Perkembangan yang pesat dalam hal perdagangan dan hubungan luar negeri membuat kehidupan di Bangkok berubah dengan cepat. Fasilitas-fasilitas pelabuhan, gudang-gudang dan toko-toko dibangun. Raja menanamkan modalnya dalam toko-toko baru. Para pedagang, kaum misionaris, seniman, kaum profesional dan orang-orang barat dipekerjakan secara resmi sebagai tutor, penerjemah, pejabat-pejabat polisi, dan nahkoda.
Mongkut dan Suriyawong menyadari bahwa nasib negeri mereka bergantung pada seberapa banyak mereka belajar dari barat. Oleh sebab itu mereka berusaha menyesuaikan diri dengan ide-ide dan teknik barat, dalam tingkah laku hubungan dengan luar negeri dan pengorganisasian serta perlengkapan kekuatan militer. Orang-orang asing dipekerjakan untuk mewakili pemerintah Siam di luar negeri. Kemudian digantikan oleh bangsa Siam yang sudah terlatih dengan baik. Orang-orang Eropa disewa sebagai penasihat kementerian luar negeri Suriyawong, dan Raja Bangkok. Pemerintah Siam menyewa pelatih untuk melatih tentara dan mengimpor senjata baru.
Walaupun melakakukan berbagai penyesuaian terhadap barat, namun Mongkut tidak melakukan perubahan yang fundamental. Golongan bangsawan birokrat tetap bersifat semi turun-temurun dan tidak digaji, serta pengarahan pendidikan tidak berubah. Tidak ada revisi yang dibuat dalam hukum Siam atau dalam sistem perbudakan. Pemerintahan provinsi tidak efisien dan cenderung melawan kekuasaan pusat. Mongkut dan Suryawong mungkin berpikir bahwa mereka telah terlalu berbuat banyak dan bodoh untuk maju terlalu cepat dengan perubahan. Terutama sejak tekanan perubahan, seperti yang disuarakan oleh para konsul asing, masih belum kuat sebelum 1870. Apalagi kaum bangsawan dan keluarga raja terbagi karena adanya masalah perubahan. Oleh sebab itu, Mongkut dan Suriyawong percaya bahwa perubahan harus dilakukan secara perlahan-lahan dan hati-hati.
Ada dua insiden yang mungkin menyebabkan Siam mempertimbangkan kembali hubungannya dengan barat dan keadaan yang mendesak dari perubahan di dalam negeri. Pertama adalah penembakan Trengganu oleh kapal perang Inggris pada 1862 setelah Suriyawong membangkitkan minat untuk memperluas kekuatan Siam sana dan Pinang, mengingatkan Siam akan kerapuhan hubungannya dengan Inggris dan kelemahannya dalam menghadapi serangan barat. Selain itu juga terjadi penghapusan kekuasaan dan pengaruh Siam di Kampuchea demi keuntungan Perancis. Hal tersebut menimbulkan kekecewaan pada Raja Mongkut. Tidak ada peristiwa yang serius untuk memaksa Mongkut mengubah politik dasarnya. Mongkut dapat membangun dengan sukses hubungan dengan barat. Salah satu usahanya adalah dengan diplomasi. Ia mengundang konsul-konsul asing dan Gubernur Straits Settlements pada September 1868 untuk menemaninya dalam suatu kunjungan ke desa Wa ko untuk menyaksikan gerhana matahari total. Ia terserang penyakit yang mengakibatkan kematiannya 5 minggu setelah kunjungan itu pada usia 65 tahun.
Hubungan yang baik antara Rama I dan menteri-menterinya menyebabkan terbentuknya kelompok-kelompok partai yang hidup lama di istana dan memberi fleksibelitas kepada kinerja pemerintah dan memperluas alternatif untuk mempertimbangkan ekonomi nasional dan politik luar negeri. Komunitas Cina yang menetap dan tumbuh dengan cepat membuktikan sumber kekuatan yang besar dalam pelaksanaan sistem pengolahan pajak. Sampai 1868 politik semakin berkembang yang ditandai dengan kepentingan-kepentingan baru, ide-ide, asosiasi-asosiasi, dan komitmen-komitmen melipatgandakan alternatif dalam kebijaksanaan.

2. Raja Chulalangkorn
Tekanan imperialisme barat yang paling kuat terjadi dalam satu atau dua dasawarsa setelah Myanmar dan Vietnam. Hal itu memberikan tambahan waktu bagi Siam memecahkan masalah-masalah yang kritis dan politik dalam negeri. Raja Chulalongkorn (1868-1910) pada usia 15 tahun menggantikan ayahnya dan selama lima tahun tidak mempunyai kekuasaan di tangan walinya, Chaophraya Sri Suriyawong (Chuang Bunnag). Ia kemudian bepergian ke Hindia Belanda, Singapura, Myanmar, dan India untuk mengumpulkan anak-amak muda di sekelilingnya yang telah mengenyam pendidikan barat. Ketika ia menjadi raja dengan hak penuh pada 1873, dengan dukungan anak-anak muda ia memulai dengan serentetan perubahan-perubahan yang mendasar, mengumumkan penghapusan perbudakan, mengubah sistem pengadilan dan keuangan, serta membentuk sebuah dewan negara dan dewan pribadi untuk menasehatinya.
Pada pertengahan 1880-an Chulalangkorn memulai kembali program pembaharuannya dengan menempatkan saudara-saudara raja yang merupakan orang-orang berpendidikan paling baik dari generasi mereka di departemen-departemen dan kementrian-kementrian. Pada 1885 mulai mengadakan reorganisasi pada pemerintahannya di kementrian-kementrian yang disusun berdasarkan fungsinya. Sistem tersebut diresmikan pada Maret 1888 dengan calon menteri yang muda-muda, semua saudara raja, dan menghadiri rapat-rapat sebelum kementrian resmi diumumkan. Empat tahun kemudian departemen ditata ulang  dengan orang-orang yang telah dipersiapkan dan dilatih untuk kabinet pemerintahan yang baru dan mulai beroperasi pada April 1892.
Perubahan yang paling penting ialah perluasan kekuasaan pusat atas provinsi-provinsi dan daerah-daerah vasal yang jauh letaknya. Siam mengelompokkan provinsinya ke dalam Monthon (lingkaran), yang diperintah oleh komisaris-komisaris seperti yang diterapkan Inggris di India dan Myanmar. Jabatan komisaris diadakan di Luang Prabang, Chiengmai, Phuket, dan Batambang pada 1870-an dan di Nongkhai, Champasak, Nakhon Ratchasima (Khorat), dan Ubon pada 1880-an. Kekuasaan dan aktifitas para komisaris baru menjadi kokoh sekitar 1890-an, ketika membangun unit-unit militer lokal dan mengatur administrasi keuangan dan pengadilan.
Siam berhasil mengatasi krisis 1893 tetapi kekuatan barat tetap mengancam integritas wilayahnya dari luar dan mengganggu kedaulatan negaranya dari luar. Perjanjian-perjanjian dari 1850-an membatasi kekuasaan penarikan pajak dan suatu sistem ekstarteritorial bersifat menekan orang-orang Cina, Lao, Kampuchea, Shan, dan Myanmar dengan sertifikat registrasi Perancis dan Inggris di luar pengadilan Siam. Antara 1898 dan 1910 suatu sistem sekolah pemerintahan yang modern telah tersebar luas ke seluruh negeri. Hal ini sejalan dengan pendaftaran yang melonjak dari 5.000 menjadi 84.000 murid. Rancangan perundang-undangan resmi yang modern, pembentukan dinas-dinas militer dan administrasi keuangan dan perpajakan yang modern, serta berakhirnya kerja paksa kesemuanya dapat diselesaikan. Ketika kepemimpinan yang sebagian besar terdiri atas orang-orang muda yang sudah dilatih di luar negeri, mulai menonjol pada akhir pemerintahan Chulalongkorn, keberhasilan program pembaharuan terjamin, meskipun masih jauh dari sempurna.

Kesimpulan
            Modernisasi di Thailand dimulai pada masa pemerintahan Raja Mongkut yang bergelar Rama III dengan menata ulang sistem pemerintahan di kerajaan. Selain itu, ia juga menandatangani perjanjian Bowring untuk memberikan hak ekstrateritorial kepada Inggris. Pada masa ini, perdagangan dan hubungan luar negeri membuat kehidupan di Bangkok berubah dengan cepat. Sampai 1868 politik semakin berkembang yang ditandai dengan kepentingan-kepentingan baru, ide-ide, asosiasi-asosiasi, dan komitmen-komitmen melipatgandakan alternatif dalam kebijaksanaan.
Modernisasi dilanjutkan oleh Raja Chulalongkorn (1868-1910) yang pada usia 15 tahun menggantikan ayahnya. Pada 1873, ia memulai dengan serentetan perubahan-perubahan yang mendasar, mengumumkan penghapusan perbudakan, mengubah sistem pengadilan dan keuangan, serta membentuk sebuah dewan negara dan dewan pribadi untuk menasehatinya. Pada pertengahan 1880-an Chulalangkorn menempatkan saudara-saudara raja di departemen-departemen dan kementrian-kementrian. Pada 1885 mengadakan reorganisasi pada pemerintahannya di kementrian-kementrian yang disusun berdasarkan fungsinya. Sistem tersebut diresmikan pada Maret 1888. Empat tahun kemudian departemen ditata ulang  mulai beroperasi pada April 1892. Antara 1898 dan 1910 suatu sistem sekolah pemerintahan yang modern telah tersebar luas ke seluruh negeri. Pada akhir pemerintahan Chulalongkorn, keberhasilan program pembaharuan terjamin, meskipun masih jauh dari sempurna.

Referensi
Wiharyanto, A Kardiyat. 2012. Sejarah Asia Tenggara Dari Awal Tumbuhnya
Nasionalisme Sampai Terbangunnya Kerja Sama ASEAN. Yogyakarta :
Universitas Sanata Dharma.
Sudharmono. 2012. Sejarah Asia Tenggara Modern Dari Penjajahan ke Kemerdekaan.

Yogyakarta : Ombak.

1 komentar:

  1. The casino to find the best players in the world - DrmC
    The casino to find the best players in the world. DrmC. is the 남양주 출장안마 home for all newbie 통영 출장샵 players who 김제 출장안마 want to take part 포천 출장안마 in a new online gambling journey with 남양주 출장샵

    BalasHapus