Kamis, 14 Januari 2016

SEJARAH PERKOTAAN

A.    Pengertian Kota
Kota dapat dilihat dan ditafsirkan dari berbagai sudut pandang, sehingga melahirkan berbagai teori tentang kota. Hal ini dikarenakan kota merupakan wadah dari berbagai aspek kehidupan.  Berikut pengertian kota berdasarkan berbagai aspek menurut para ahli :
1.    Aspek ekonomi (Max Weber), kota adalah suatu permukiman dimana penduduknya lebih mengutamakan kehidupan perdagangan dan komersial daripada pertanian.
2.    Aspek sosiologis (Louis Wirth), kota ialah sebuah permukiman permanen dengan individu-individu penghuninya yang heterogen, jumlahnya relatif luas dan padat, serta menempati areal tanah yang terbatas.
3.    Aspek historis (Fernand Braudel), kota merupakan produk dari peradaban.
4.    Aspek fisik (Menno Alwi), kota merupakan suatu permukiman yang mempunyai bangunan-bangunan perumahan yang jaraknya antara lainnya relatif rapat serta memiliki sarana-sarana dan prasarana-prasarana serta fasilitas-fasilitas memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warganya.
Mengingat banyaknya pengertian tentang kota, maka J.H. De Goode mengusulkan agar kita cukup memperhatikan sejumlah ciri dan watak yang khas dari kota. Ciri tersebut antara lain : peranan besar yang dipegang oleh peranan sekuder (industri) dan tersier (jasa) dalam kehidupan ekonomi, jumlah penduduk yang relatif besar dan heterogen, serta kepadatan penduduk yang relatif besar.
Berdasarkan pengertian kota dari berbagai aspek di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kota adalah suatu permukiman yang bangunan-bangunannya relatif rapat dengan penduduk heterogen yang jumlahnya relatif padat dan mengutamakan perdagangan.

  1. Ruang Lingkup Sejarah Kota
Kawasan perkotaan memiliki problem yang lebih kompleks dibandingkan dengan kawasan pedesaan. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi ruang lingkup pembahasan mengenai sejarah kota. Pembahasan sejarah kota dapat dilakukan secara kronologis dengan melakukan pembabakan atas perkembangan kota. Kota-kota yang terletak di negara yang pernah dijajah, pembabakannya dapat dikaitkan dengan era kolonial. Secara umum pembabakannya adalah sebagai berikut :
1.    Era Kota Tradisional (Prakolonial)
Kota tradisional adalah perkembangan kota ketika berada di bawah kekuasaan penguasa-penguasa lokal, seperti bupati dan raja, sebelum kedatangan bangsa penjajah. Pada tataran budaya ditandai dengan penggunaan teknologi yang masih sederhana, ilmu pengetahuan yang terbatas, serta sistem produksi yang masih didominasi oleh tenaga manusia dan hewan.
2.    Era Kota Kolonial
Kota kolonial adalah kota yang tumbuh dan berkembang dengan munculnya kolonialisme Eropa di negara-negara dunia ketiga, terutama Asia dan Afrika. Pada masa ini kota-kota berada di bawah kendali pemerintah kolonial atau pemerintah jajahan. Bentuk fisiknya juga disesuaikan dengan kepentingan dan selera bangsa penjajah.
3.    Era Kota Pascakolonial
Pada periode ini adalah kota yang telah ditinggalkan oleh bangsa penjajah. Kota-kota kemudian dibangun sebisa mungkin meninggalkan ciri-ciri kota kolonial.
Kuntowijoyo juga mengemukakan ada lima ruang lingkup sejarah kota sebagai berkut :
1.      Perkembangan ekologi kota. Ekologi kota ialah interaksi antara manusia dan alam sekitarnya, dan perubahan ekologi terjadi apabila salah satu dari komponen itu mengalami perubahan. Penggunaan tanah kota untuk berbagai keperluan telah mengubah kedaan alamiah lahan ke dalam berbagai sektor,  seperti pemukiman penduduk, industri, dan pemerintahan.
2.      Transformasi sosial ekonomi. Industrialisasi dan urbanisasi adalah bagian dari perubahan sosial.
3.      Sistem sosial. Kota sebagai sebuah sistem sosial menunjukkan kekayaan yang tidak pernah habis sebagai bidang kajian.
4.      Problem sosial. Perkembangan ekologi dapat menyebabkan berbagai permasalahan sosial yang terjadi di kota, mulai dari kriminalitas, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan sebagainya.
5.      Mobilitas sosial. Kota merupakan tujuan urbanisasi. Orang berbonding-bondong  mengadu nasib di kota. Mobilitas sosial ini telah mengubah banyak hal di kota.

  1. Asal-Usul dan Perkembangan Kota
Perkembangan kota selalu dikaitkan dengan pedesaan. Desa dianggap mewakili masyarakat yang masih bersahaja, sedangkan kota dianggap mewakili masyarakat modern. Hal tersebut membawa kita untuk berpikir atau bahkan yakin bahwa : pertama, setiap desa akan berkembang menjadi kota, kota pun akan berkembang lewat tahapan-tahapan perkembangan tertentu. Kedua, setiap kota merupakan hasil perkembangan dari suatu desa. Ketiga, tahap-tahap perkembangan itu bersifat linear atau uniersal.
E.E. Bergel mengemukakan beberapa istilah berkaitan dengan perkembangan suatu wilayah menjadi sebuah kota sebagai berikut :
1.      Village (desa), diartikan sebagai tempat pemukiman para petani. Ciri utamanya adalah tidak dominasi antara desa satu dengan yang lain.
2.      Town (kota kecil), merupakan suatu pemukiman perkotaan yang mendominasi lingkungan pedesaan.
3.      City (kota besar), merupakan suatu pemukiman perkotaan yang mendominasi sebuah kawasan baik pedesaan maupun perkotaan.
4.      Metropolis (metro=hidup, polis=kota). Batasan metropolis semula didasarkan pada jumlah penduduk, yaitu lebih dari 1.000.000. Kemudian batasan ini tidak digunakan karena banyak kota yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 1.000.000.
Suatu tempat harus memenuhi persyaratan untuk menjadi sebuah kota. Menurut Horton dan Hunt, ada tiga persyaratan agar suatu tempat dapat disebut kota. Pertama, tersedianya air. Air merupakan kebutuhan pokok manusia. Sebab tanpa air manusia akan sulit untuk hidup. Kedua, terjadinya surplus pangan. Hal ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pangan warga kota. Ketiga, tersedianya infrastruktur transportasi. Hidup manusia sangat tergantung satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu diperlukan transportasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di samping persyaratan di atas, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan suatu daerah berkembang menjadi sebuah kota. Dengan kata lain tidak semua tempat atau desa bersahaja bisa begitu saja berubah menjadi kota. Beberapa faktor yang mendorong suatu tempat berkembang menjadi sebuah kota antara lain : daerah pusat kegiatan agama, daerah pusat pemerintahan, serta daerah pusat perdagangan dan industri.

  1. Perkembangan dan Dampak Urbanisasi
Menurut Bintarto, urbanisasi merupakan suatu gejala, peristiwa atau proses yang sifatnya multi sektoral, baik ditinjau dari sebab maupun dari akibat yang ditimbulkan. Orang yang melakukan urbanisasi disebut urban. Kota-kota besar di Indonesia yang menjadi tujuan sebagian besar urbanisasi yaitu, Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Semarang.
Timbulnya perpindahan penduduk dari desa ke kota disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor pendorong dari desa dan faktor penarik dari kota. Faktor pendorong (push factors) dari desa sebagai berikut :
1.      Terbatasnya kesempatan kerja di desa
2.      Tanah pertanian di desa banyak yang sudah tidak subur
3.      Kehidupan pedesaan yang monoton
4.      Kurangnya fasilitas yang memadai
5.      Upah kerja di desa rendah
6.      Timbulnya bencana di desa
Faktor penarik (pull factors) dari kota sebagai berikut :
1.      Kesempatan kerja lebih banyak
2.      Upah kerja yang tinggi
3.      Tersedia beragam fasilitas kehidupan
4.      Kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Proses urbanisasi menyangkut dua aspek, yaitu berubahnya masyarakat desa menjadi masyarakat kota dan perpindahan penduduk dari desa ke kota. Menurut King dan Colledge, urbanisasi dikenal melalui empat proses utama keruangan (four majpr spatial processes), yaitu :
1.      Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan dan sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan hubungan kota dengan daerah sekitarnya.
2.      Adanya arus modal dan investasi untuk mengatur kemakmuran kota dan wilayah di sekitarnya. Selain itu, pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap asrus bolak-balik desa-kota.
3.      Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya, dan politik di kota akan dapat meluas di kota-kota yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan.
4.      Migrasi dan pemukiman baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara terus-menerus masuk ke daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi dan perubahan pandangan penduduk desa mendorong mereka memperbaiki keadaan sosial ekonomi.
Di Indonesia urbanisasi pada umumnya menimbulkan berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan pemukiman baik di desa maupun di kota. Bagi desa, urbanisasi menyebabkan kurangnya tenaga kerja di desa yang mengolah pertanian dan timbul perilaku yang tidak sesuai dengan norma setempat. Di lain pihak juga timbul permasalahan di kota, mulai dari meningkatnya jumlah pengangguran, kemacetan lalu lintas, munculnya tuna wisma dan gubuk-gubuk liar, hingga meningkatnya jumlah kejahatan, pelacuran, dan masalah sosial lainnya.

Kesimpulan
Kota dapat dilihat dan ditafsirkan dari berbagai sudut pandang, seperti aspek ekonomi, fisik, sosiologis, dan historis. Hal ini dikarenakan kota merupakan wadah dari berbagai aspek kehidupan. Problem yang kompleks di kawasan perkotaan mempengaruhi pembahasan sejarah kota. Pembahasan sejarah kota dapat dilakukan secara kronologis dengan melakukan pembabakan atas perkembangan kota. Perkembangan kota selalu dikaitkan dengan pedesaan sebab kota merupakan hasil perkembangan dari suatu desa.
Kota merupakan tujuan utama bagi masyarakat desa untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Oleh sebab itu timbul urbanisasi. Namun urbanisasi pada umumnya menimbulkan berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan pemukiman baik di desa maupun di kota.

Sumber :
Basundoro, Purnawan. 2012. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta : Ombak.
Bintarto, R. 1986. Urbanisasi dan Permasalahannya. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya.
Utoyo, Bambang. 2006. Geografi Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XII SMA/MA Program IPS. Bandung : Setia Purna Inves.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar