Jumat, 15 Januari 2016

BENTENG ROTTERDAM

A. Pengertian Benteng
Benteng yang dalam bahasa Inggris bernama “fort” memiliki dua pengertian yaitu pengertian secara sempit dan pengertian secara luas. Pengertian secara sempit benteng memiliki arti yaitu tempat berlindung atau tempat bertahan sedangkan dalam arti luas benteng memiliki arti yaitu tempat untuk mengawasi dan mengontrol daerah jajahan beserta arus perdagangan yang sangat penting pengaruhnya di daerah tersebut. Biasanya benteng terbuat dari batu yang kuat dan keras yang umumnya berbentuk kubus ataupun bulat sehingga segala penjuru benteng dapat diawasi. Selain itu di benteng juga telah terpasang beberapa meriam sebagai tindakan antisipasi serangan musuh dan terbukti selama berabad – abad bahwa meriam merupakan senjata yang ampuh dalam strategi pertahanan benteng. Selain beberapa pengertian tadi dapat diartikan juga bahwa benteng memiliki peran yang vital untuk menumpas pemberontakan akibat penjajahan, dan terbukti saat Belanda dapat menumpas pemberontakan Pangeran Diponegoro dengan startegi benteng stelsel. Jadi secara keseluruhan benteng memiliki peran yang amat vital dalam keberlangsungan pendudukan dan penjajahan di suatu wilayah.

B. Pengertian Benteng Rotterdam
Benteng Fort Rotterdam merupakan salah satu benteng di Sulawesi Selatan tepatnya di kota Makssar yang boleh dianggap megah dan menawan. Seorang wartawan New York Times, Barbara Crossette pernah menggambarkan benteng ini sebagai "the best preserved Dutch fort in Asia".Pada awalnya, benteng ini disebut dengan nama Benteng Jumpandang (Ujung Pandang). Benteng ini merupakan peninggalan sejarah Kesultanan Gowa di Sulawesi Selatan. Kesultanan ini pernah berjaya sekitar abad ke-17 dengan ibukotanya Ujung Pandang (Makassar). Kini, kesultanan ini masuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Kesultanan ini sebenarnya memiliki 17 buah benteng yang mengitari seluruh ibukota dan daerah sekitarnya. Hanya saja, Benteng Fort Rotterdam merupakan bentang paling megah di antara benteng-benteng lainnya dan keasliannya masih terpelihara hingga kini.

C. Sejarah Benteng Rotterdam
Benteng Fort Rotterdam dibangun oleh raja ke sembilan dari kerajaan Gowa yaitu  I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' kallonna pada tahun 1545. Pada awal pembuatannya konstruksi benteng terbuat dari tanah liat. Namun pada masa pemerintahan Sultan Allaudin yaitu raja gowa ke-14, konstruksi benteng yang awalnya menggunakan tanah liat diganti menjadi batu padas. Benteng Fort rotterdam ini jika dilihat dari atas sangat unik, karena menyerupai penyu. Hal ini tidak semata-mata untuk keindahan saja. Pada waktu itu penyu mempunyai filosofi, yaitu hewan yang bisa hidup di darat maupun di laut. Demikian juga dengan kerajaan Gowa yang berjaya baik di darat maupun di laut.
Jika Dilihat dari namanya, memang terlihat bukan seperti dari Indonesia. Benteng yang letaknya di pinggir pantai sebelah barat kota makassar ini, awalnya memang bernama Benteng Ujung Pandang. Kedatangan Belanda pada masa itu membuat perubahan besar di kerajaan gowa. Sebuah perjanjian antara belanda dan kerajaan gowa yang bernama perjanjian Bungaiyya mengharuskan kerajaan gowa menyerahkan benteng ujung pandang ke belanda. Hal ini jelas sangat berpengaruh dan memiliki peran yang besar, terutama untuk keuntungan Belanda. Benteng Ujung Pandang sangat strategis lokasinya yaitu di kota Makassar yang dekat pantai sehingga dapat sebagai tempat pengawas arus perdagangan rempah – rempah dari Maluku yang melewati Makssar sebelum diteruskan ke Batavia. Kemudian oleh belanda benteng tersebut diganti menjadi benteng Fort Rotterdam. Luas Benteng Rotterdam Makassar adalah 28.595,55 meter bujur sangkar, dengan ukuran panjang setiap sisi berbeda, serta tinggi dinding berfariasi antara 5-7 meter dengan ketebalan 2 meter. Benteng Rotterdam Makassar mempunyai lima buah sudut (Bastion), yaitu :
1.      Bastion Bone terletak di sebelah barat
2.      Bastion Bacam terletak di sudut barat daya
3.      Bastion Butan terletak di sudut barat laut
4.      Bastion Mandarsyah terletak di sudut timur laut
5.      Bastion Amboina terletak di sudut tenggara

D. Fungsi Benteng Rotterdam
Seperti yang telah di jelaskan diatas bahwa benteng memiliki fungsi yang sangat erat kaitannya dengan bidang militer. Selain sebagai tempat bertahan, benteng juga merupakan tempat pengawas daerah jajahan yang ada disekitarnya. Benteng Rotterdam sendiri memiliki letak yang strategis sebagai basis militer untuk bertahan dari serangan musuh maupun sebagai tempat pengontrol wilayah jajahan. Letaknya yang dekat dengan pantai memungkinkan benteng ini dijadikan tempat pengawas untuk mengawasi arus pelayaran rempah–rempah Maluku yang merupakan jajahan Kompeni Belanda. Selain itu benteng Rotterdam juga dijadikan sebagai daerah pusat pemerintahan Belanda di Sulawesi karena dinilai memiliki system keamanan yang tinggi dan dijadikan pula sebagai tempat transit rempah-rempah dari Maluku. Untuk menunjang perannya yang sangat vital sebagai pengontrol perdagangan serta monopoli rempah-rempah, maka di benteng ini ditaruh beberapa meriam yang dapat menjangkau jarak berpuluh-puluh meter guna mengantisipasi serangan dan pemberontakan. Ditempatkan juga banyak garnisun  prajurit untuk menjaga ketertiban dan keamanan di lingkungan benteng dan wilayah yang berdekatan. Disamping itu benteng ini juga digunakan sebagai tempat penahanan, tokoh yang terkenal ditahan disini ialah Pangeran Diponegoro. Pada masa kolonial Jepang, benteng ini beralih fungsi menjadi pusat studi pertanian dan bahasa. Sementara setelah Indonesia merdeka, benteng ini dijadikan sebagai pusat komando yang kemudian beralih fungsi menjadi pusat kebudayaan dan seni Makassar.

E . Benteng Rotterdam Saat Ini
Setelah runtuhnya penjajahan Belanda dan Jepang benteng Rotterdam telah beralih fungsi yang sedianya memiliki peran dalam bidang militer yang sangat vital berubah dengan keadaan yang telah berubah. Saat ini benteng Rotterdam  dijadikan sebagai situs peninggalan zaman kolonial yang dilindungi dan dilestarikan karena sejarahnya yang panjang dan menarik serta meninggalkan benda-benda atau artefak sejarah yang bernilai seni tinggi. Selain itu benteng ini juga dijadikan sebagai tempat penelitian dan Seni yang disegani karena terdapat begitu banyak bahan yang dapat digunakan sebagai bahan kajian pengetahuan pada khususnya sejarah, mengenai peristiwa besar yang terjadi dan melibatkan benteng Rotterdam ini. Satu lagi yang melekat di benteng Rotterdam ialah dijadikan sebagai tempat rekreasi yang memukau dan sangat menarik untuk dikunjungi karena pemandangan serta gaya arsitektur benteng ini sangat unik dan beda dengan daerah yang lain. Selain itu sejarahnya yang panjang juga memiliki nilai tersendiri dimata turis yang sedang ingin berlibur namun juga ingin sembari belajar mengenai kejadian dan sejarah tempat – tempat dari masa lalu.

Sumber :
Adrisianti, Inajati, dkk. 2015. Sejarah Kebudayaan Islam Indonesia Khasanah Budaya
Bendawi-Jilid 5. Jakarta : Direktorat Sejarah dan Nilai Budaya, Direktorat Jenderal
Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 
Djoened Poesponegoro Marwati dan Notosusanto Nugroho. 2008. Sejarah Nasional Indonesia
IV. Jakarta. Balai Pustaka.

Kamis, 14 Januari 2016

SEJARAH PERKOTAAN

A.    Pengertian Kota
Kota dapat dilihat dan ditafsirkan dari berbagai sudut pandang, sehingga melahirkan berbagai teori tentang kota. Hal ini dikarenakan kota merupakan wadah dari berbagai aspek kehidupan.  Berikut pengertian kota berdasarkan berbagai aspek menurut para ahli :
1.    Aspek ekonomi (Max Weber), kota adalah suatu permukiman dimana penduduknya lebih mengutamakan kehidupan perdagangan dan komersial daripada pertanian.
2.    Aspek sosiologis (Louis Wirth), kota ialah sebuah permukiman permanen dengan individu-individu penghuninya yang heterogen, jumlahnya relatif luas dan padat, serta menempati areal tanah yang terbatas.
3.    Aspek historis (Fernand Braudel), kota merupakan produk dari peradaban.
4.    Aspek fisik (Menno Alwi), kota merupakan suatu permukiman yang mempunyai bangunan-bangunan perumahan yang jaraknya antara lainnya relatif rapat serta memiliki sarana-sarana dan prasarana-prasarana serta fasilitas-fasilitas memadai untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warganya.
Mengingat banyaknya pengertian tentang kota, maka J.H. De Goode mengusulkan agar kita cukup memperhatikan sejumlah ciri dan watak yang khas dari kota. Ciri tersebut antara lain : peranan besar yang dipegang oleh peranan sekuder (industri) dan tersier (jasa) dalam kehidupan ekonomi, jumlah penduduk yang relatif besar dan heterogen, serta kepadatan penduduk yang relatif besar.
Berdasarkan pengertian kota dari berbagai aspek di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kota adalah suatu permukiman yang bangunan-bangunannya relatif rapat dengan penduduk heterogen yang jumlahnya relatif padat dan mengutamakan perdagangan.

  1. Ruang Lingkup Sejarah Kota
Kawasan perkotaan memiliki problem yang lebih kompleks dibandingkan dengan kawasan pedesaan. Hal tersebut tentu saja mempengaruhi ruang lingkup pembahasan mengenai sejarah kota. Pembahasan sejarah kota dapat dilakukan secara kronologis dengan melakukan pembabakan atas perkembangan kota. Kota-kota yang terletak di negara yang pernah dijajah, pembabakannya dapat dikaitkan dengan era kolonial. Secara umum pembabakannya adalah sebagai berikut :
1.    Era Kota Tradisional (Prakolonial)
Kota tradisional adalah perkembangan kota ketika berada di bawah kekuasaan penguasa-penguasa lokal, seperti bupati dan raja, sebelum kedatangan bangsa penjajah. Pada tataran budaya ditandai dengan penggunaan teknologi yang masih sederhana, ilmu pengetahuan yang terbatas, serta sistem produksi yang masih didominasi oleh tenaga manusia dan hewan.
2.    Era Kota Kolonial
Kota kolonial adalah kota yang tumbuh dan berkembang dengan munculnya kolonialisme Eropa di negara-negara dunia ketiga, terutama Asia dan Afrika. Pada masa ini kota-kota berada di bawah kendali pemerintah kolonial atau pemerintah jajahan. Bentuk fisiknya juga disesuaikan dengan kepentingan dan selera bangsa penjajah.
3.    Era Kota Pascakolonial
Pada periode ini adalah kota yang telah ditinggalkan oleh bangsa penjajah. Kota-kota kemudian dibangun sebisa mungkin meninggalkan ciri-ciri kota kolonial.
Kuntowijoyo juga mengemukakan ada lima ruang lingkup sejarah kota sebagai berkut :
1.      Perkembangan ekologi kota. Ekologi kota ialah interaksi antara manusia dan alam sekitarnya, dan perubahan ekologi terjadi apabila salah satu dari komponen itu mengalami perubahan. Penggunaan tanah kota untuk berbagai keperluan telah mengubah kedaan alamiah lahan ke dalam berbagai sektor,  seperti pemukiman penduduk, industri, dan pemerintahan.
2.      Transformasi sosial ekonomi. Industrialisasi dan urbanisasi adalah bagian dari perubahan sosial.
3.      Sistem sosial. Kota sebagai sebuah sistem sosial menunjukkan kekayaan yang tidak pernah habis sebagai bidang kajian.
4.      Problem sosial. Perkembangan ekologi dapat menyebabkan berbagai permasalahan sosial yang terjadi di kota, mulai dari kriminalitas, kepadatan penduduk, kemiskinan, dan sebagainya.
5.      Mobilitas sosial. Kota merupakan tujuan urbanisasi. Orang berbonding-bondong  mengadu nasib di kota. Mobilitas sosial ini telah mengubah banyak hal di kota.

  1. Asal-Usul dan Perkembangan Kota
Perkembangan kota selalu dikaitkan dengan pedesaan. Desa dianggap mewakili masyarakat yang masih bersahaja, sedangkan kota dianggap mewakili masyarakat modern. Hal tersebut membawa kita untuk berpikir atau bahkan yakin bahwa : pertama, setiap desa akan berkembang menjadi kota, kota pun akan berkembang lewat tahapan-tahapan perkembangan tertentu. Kedua, setiap kota merupakan hasil perkembangan dari suatu desa. Ketiga, tahap-tahap perkembangan itu bersifat linear atau uniersal.
E.E. Bergel mengemukakan beberapa istilah berkaitan dengan perkembangan suatu wilayah menjadi sebuah kota sebagai berikut :
1.      Village (desa), diartikan sebagai tempat pemukiman para petani. Ciri utamanya adalah tidak dominasi antara desa satu dengan yang lain.
2.      Town (kota kecil), merupakan suatu pemukiman perkotaan yang mendominasi lingkungan pedesaan.
3.      City (kota besar), merupakan suatu pemukiman perkotaan yang mendominasi sebuah kawasan baik pedesaan maupun perkotaan.
4.      Metropolis (metro=hidup, polis=kota). Batasan metropolis semula didasarkan pada jumlah penduduk, yaitu lebih dari 1.000.000. Kemudian batasan ini tidak digunakan karena banyak kota yang memiliki jumlah penduduk lebih dari 1.000.000.
Suatu tempat harus memenuhi persyaratan untuk menjadi sebuah kota. Menurut Horton dan Hunt, ada tiga persyaratan agar suatu tempat dapat disebut kota. Pertama, tersedianya air. Air merupakan kebutuhan pokok manusia. Sebab tanpa air manusia akan sulit untuk hidup. Kedua, terjadinya surplus pangan. Hal ini sangat penting untuk memenuhi kebutuhan pangan warga kota. Ketiga, tersedianya infrastruktur transportasi. Hidup manusia sangat tergantung satu dengan yang lainnya. Oleh sebab itu diperlukan transportasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Di samping persyaratan di atas, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan suatu daerah berkembang menjadi sebuah kota. Dengan kata lain tidak semua tempat atau desa bersahaja bisa begitu saja berubah menjadi kota. Beberapa faktor yang mendorong suatu tempat berkembang menjadi sebuah kota antara lain : daerah pusat kegiatan agama, daerah pusat pemerintahan, serta daerah pusat perdagangan dan industri.

  1. Perkembangan dan Dampak Urbanisasi
Menurut Bintarto, urbanisasi merupakan suatu gejala, peristiwa atau proses yang sifatnya multi sektoral, baik ditinjau dari sebab maupun dari akibat yang ditimbulkan. Orang yang melakukan urbanisasi disebut urban. Kota-kota besar di Indonesia yang menjadi tujuan sebagian besar urbanisasi yaitu, Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Semarang.
Timbulnya perpindahan penduduk dari desa ke kota disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor pendorong dari desa dan faktor penarik dari kota. Faktor pendorong (push factors) dari desa sebagai berikut :
1.      Terbatasnya kesempatan kerja di desa
2.      Tanah pertanian di desa banyak yang sudah tidak subur
3.      Kehidupan pedesaan yang monoton
4.      Kurangnya fasilitas yang memadai
5.      Upah kerja di desa rendah
6.      Timbulnya bencana di desa
Faktor penarik (pull factors) dari kota sebagai berikut :
1.      Kesempatan kerja lebih banyak
2.      Upah kerja yang tinggi
3.      Tersedia beragam fasilitas kehidupan
4.      Kota sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, ilmu pengetahuan, dan teknologi.
Proses urbanisasi menyangkut dua aspek, yaitu berubahnya masyarakat desa menjadi masyarakat kota dan perpindahan penduduk dari desa ke kota. Menurut King dan Colledge, urbanisasi dikenal melalui empat proses utama keruangan (four majpr spatial processes), yaitu :
1.      Adanya pemusatan kekuasaan pemerintah kota sebagai pengambil keputusan dan sebagai badan pengawas dalam penyelenggaraan hubungan kota dengan daerah sekitarnya.
2.      Adanya arus modal dan investasi untuk mengatur kemakmuran kota dan wilayah di sekitarnya. Selain itu, pemilihan lokasi untuk kegiatan ekonomi mempunyai pengaruh terhadap asrus bolak-balik desa-kota.
3.      Difusi inovasi dan perubahan yang berpengaruh terhadap aspek sosial, ekonomi, budaya, dan politik di kota akan dapat meluas di kota-kota yang lebih kecil bahkan ke daerah pedesaan.
4.      Migrasi dan pemukiman baru dapat terjadi apabila pengaruh kota secara terus-menerus masuk ke daerah pedesaan. Perubahan pola ekonomi dan perubahan pandangan penduduk desa mendorong mereka memperbaiki keadaan sosial ekonomi.
Di Indonesia urbanisasi pada umumnya menimbulkan berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan pemukiman baik di desa maupun di kota. Bagi desa, urbanisasi menyebabkan kurangnya tenaga kerja di desa yang mengolah pertanian dan timbul perilaku yang tidak sesuai dengan norma setempat. Di lain pihak juga timbul permasalahan di kota, mulai dari meningkatnya jumlah pengangguran, kemacetan lalu lintas, munculnya tuna wisma dan gubuk-gubuk liar, hingga meningkatnya jumlah kejahatan, pelacuran, dan masalah sosial lainnya.

Kesimpulan
Kota dapat dilihat dan ditafsirkan dari berbagai sudut pandang, seperti aspek ekonomi, fisik, sosiologis, dan historis. Hal ini dikarenakan kota merupakan wadah dari berbagai aspek kehidupan. Problem yang kompleks di kawasan perkotaan mempengaruhi pembahasan sejarah kota. Pembahasan sejarah kota dapat dilakukan secara kronologis dengan melakukan pembabakan atas perkembangan kota. Perkembangan kota selalu dikaitkan dengan pedesaan sebab kota merupakan hasil perkembangan dari suatu desa.
Kota merupakan tujuan utama bagi masyarakat desa untuk memperbaiki kualitas hidupnya. Oleh sebab itu timbul urbanisasi. Namun urbanisasi pada umumnya menimbulkan berbagai permasalahan sosial, ekonomi, dan pemukiman baik di desa maupun di kota.

Sumber :
Basundoro, Purnawan. 2012. Pengantar Sejarah Kota. Yogyakarta : Ombak.
Bintarto, R. 1986. Urbanisasi dan Permasalahannya. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya.
Utoyo, Bambang. 2006. Geografi Membuka Cakrawala Dunia untuk Kelas XII SMA/MA Program IPS. Bandung : Setia Purna Inves.

PERJUANGAN MYANMAR MENEGAKKAN DEMOKRASI

Setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 4 Januari 1948, Myanmar dipimpin oleh Perdana Menteri U Nu. Pada awal kepemimpinannya Perdana Menteri U Nu disibukan dengan gerakan komunis dan gerakan bersenjata yang mengakibatkan pemerintahan semakin  tak terkendali. Oleh sebab itu, U Nu mengalihkan kekuasaan kepada pihak militer yang dipimpin oleh Jenderal Ne Win. Dan Ne Win terpilih menjadi pemimpin kabinet yang baru dan berjanji akan taat pada konstitusi dan demokrasi serta akan melaksanakan pemilu yang bebas dan adil pada tahun 1960.
Pada bulan Februari 1960 dilanksanakan pemilu yang dimenangkan oleh U Nu. Namun situasi politik Myanmar masih belum stabil. Hal ini menjadi peluang Ne Win untuk melakukan kudeta pada 2 Maret 1962 dengan bantuan para aparat militer dan sekutunya dengan alasan pemerintah sipil tidak dapat mengendalikan keadaan negara dan tidak dapat memajukan perekonomian. Sampai 30 tahun sesudah itu, Myanmar menjadi suram akibat pemerintahan Ne Win yang otoriter. Rakyat tidak diperkenankan memilih pemimpinnya sendiri karena semua keputusan harus melalui pemerintahan militer di Rangoon. Disinilah awal runtuhnya demokrasi Myanmar.

Pembahasan
Pengunduran diri Jenderal Ne Win pada tanggal 23 Juli 1988 sebagai pemimpin yang diktator dan terjadinya aksi protes di hampir seluruh wilayah Myanmar mengakibatkan terbunuhnya ribuan jiwa rakyat Myanmar. Hal tersebut membangkitkan optimisme rakyat Myanmar untuk segera melakukan perlawanan terhadap militer dan melakukan perubahan. Optimisme tersebut semakin terlihat jelas dari salah satu keputusan kongres yang mengusulkan mengenai suatu referendum untuk mengakhiri totaliterisme di Myanmar.
            Hal tersebut memicu demonstrasi yang menghendaki pemulihan demokrasi di Myanmar. Demonstrasi paling besar terjadi pada tanggal 8 Agustus 1988 dimana hal itu memberikan optimisme kepada orang dalam negeri maupun luar negeri bahwa rakyat Myanmar akan berhasil.
            Optimisme yang terjadi berpengaruh pada perkembangan politik di Myanmar, yaitu :
  1. Mundurnya Sein Lwin (pengganti Ne Win) sebagai kepala negara pada tanggal 12 Agustus 1988 yang baru 17 hari berkuasa, setelah ada pembantaian brutal dari aparat militer terhadap para demonstran. Penggantinya adalah Maung-Maung, seorang sejarawan dan kawan akrab Jenderal Ne Win. Pergantian ini tidak meredakan keadaan, sebab semua orang tahu bahwa Maung-Maung adalah “boneka Jenderal Ne Win”.
  2. Proses demokratisasi mulai berkembang. Ini terlihat jelas dalam usaha-usaha rekonsiliasi dalam masyarakat.
  3. Negara-negara Barat dan juga Jepang memboikot secara ekonomi terhadap Myanmar jika penindasan politik terus berlangsung. Tekanan internasional dan perlawanan dalam negeri adalah kombinasi politik yang ideal.
Pada tanggal 18 September 1988, Jenderal Saw Maung melakukan kudeta militer terhadap Maung-Maung sekaligus melakukan penindasan terhadap para demonstran. Penguasa militer baru pimpinan Jenderal Saw Maung dengan Kepala Dinas Intelejennya, Mayor Jenderal Khin Nyunt berjanji melaksanakan pemilu tanggal 27 Mei 1990.
Pada bulan Mei 1989, rezim Saw Maung mengubah nama Republik Burma menjadi Republik Myanmar dan mengganti nama ibu kota Rangoon menjadi Yangoon. Perubahan ini bertujuan untuk memberi kesan bahwa Myanmar bukan hanya milik suku Burma, namun juga suku-suku lain yang ada di Myanmar. Nama Burma dianggap belum sesuai karena hanya mewakili satu kelompok etnis tertentu, sedangkan di sana masih terdapat 134 suku lainnya.
Pemilu yang direncanakan ditujukan untuk mempromosikan Myanmar ke dunia Internasional dengan harapan memperoleh investasi. Rakyat menganggap rencana itu secara sungguh-sungguh, sehingga lahirlah 93 partai politik yang siap untuk mengikuti pemilu.
Hasil pemilu menunjukkan bahwa Liga Nasional untuk Demokrasi (LND) yang dipimpin Aung San Suu Kyi, putri pelopor kemerdekaan U Aung San meraih 392 kursi dari 485 kursi yang ada. Namun hasil pemilu tersebut ditolak oleh rezim militer yang berkuasa dan tidak mau menyerahkan kekuasaan.
Sikap keras militer membawa Myanmar dalam perpecahan, yakni dengan terbentuknya National Coalition Government of The Union of Burma (NCGUB), suatu koalisi antara tokoh suku Burma, Karen, dan Kachin yang berkedudukan di Manerplaw, kota di dekat perbatasan dengan Muangthai. NCGUB dipimpin oleh suatu triumvirat yang terdiri dari Sein Win (Ketua), Jenderal Bo Mya (tokoh suku Karen), dan Brang Seng (tokoh suku Kachin).
Pertentangan antara rakyat yang menginginkan demokrasi dengan penguasa militer Myanmar semakin meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya serangan besar-besaran baik terhadap suku Karen maupun Rohingnya.
Pada tanggal 23 April 1992, Jenderal Saw Maung digulingkan oleh Jenderal Than Shwe, dan segera menyerukan kepada kelompok-kelompok etnis yang terlibat perang untuk meletakkan senjata dan bergabung dalam rezim tersebut.
Myanmar kembali menggelar pemilihan umum pada hari Minggu, 1 April 2012. Ini merupakan pemilu ketiga bagi negara yang dikuasai oleh militer itu dalam setengah abad. Oleh sebab itu, pemilu ini dinilai sebagai hal penting terhadap proses demokratisasi di Myanmar, terutama bagi Aung San Suu Kyi yang berusaha meyakinkan dunia Barat untuk mengakhiri sanksi terhadap Myanmar.

Kesimpulan
Setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 4 Januari 1948, Myanmar dipimpin oleh Perdana Menteri U Nu yang pada awal kepemimpinannya disibukan dengan gerakan komunis dan gerakan bersenjata. Ketidakmampuan Perdana Menteri U Nu dalam mengatasi kekacauan di negerinya memberikan peluang kepada Ne Win untuk melancarkan kudeta. Keberhasilan kudeta yang dilakukakan oleh Ne Win ini dapat dikatakan sebagai awal runtuhnya demokrasi di Myanmar. Padahal mayoritas rakyat Myanmar menghendaki adanya suatu pemerintahan demokrasi.
Perjuangan rakyat Myanmar untuk mewujudkan demokrasi bermula saat pengunduran diri Jenderal Ne Win pada tanggal 23 Juli 1988 sebagai pemimpin yang diktator. Hal ini memunculkan optimisme yang terlihat jelas dari salah satu keputusan kongres yang mengusulkan mengenai suatu referendum untuk mengakhiri totaliterisme di Myanmar. Naamun, perjuangan Myanmar untuk menegakkan demokrasi mengalami berbagai rintangan dari penguasa militer yang menghendaki Myanmar berada di bawah kekuasaaan militer.

Referensi
Sudharmono. 2012. Sejarah Asia Tenggara Modern Dari Penjajahan ke Kemerdekaan.
Yogyakarta : Ombak.
Wiharyanto, A Kardiyat. 2012. Sejarah Asia Tenggara Dari Awal Tumbuhnya
Nasionalisme Sampai Terbangunnya Kerja Sama ASEAN. Yogyakarta :
Universitas Sanata Dharma.

MODERNISASI THAILAND

Nama Thailand dikaitkan dengan nama sebuah kerajaan Sukhothai pada tahun 1238, yang kemudian diteruskan oleh kerajaan Ayutthaya pada pertengahan abad ke-14. Negara ini  mengganti namanya menjadi Thailand pada tahun 1939. Salah satu hal unik dari Thailand yaitu sampai dengan zaman modern negara ini tidak pernah di bawah dominasi kekuasaan bangsa-bangsa barat. Ini berarti bahwa negeri ini cenderung untuk menjauhkan diri dari beberapa arus perubahan yang mengubah banyak dari sisa Asia. Bahkan sampai seorang Siam melukiskan negerinya sebagai “sebuah negeri Eropa yang salah letak”. Dalam perjuangan antara Perancis, Inggris, dan Belanda untuk menguasai Indocina, Myanmar, dan Kepulauan Indonesia, Thailand bertindak sebagai penyangga antara kepentingan-kepentingan yang berkonflik, terutama antara Inggris dan Perancis, meskipun wilayahnya selalu dipotong oleh Inggris di Myanmar dan Malaya, dan oleh Perancis di Kampuchea dan Laos. Hal menarik lainnya dari negeri ini adalah modernisasi yang terjadi sebab negeri ini pernah tertutup bagi bangsa barat.oleh sebab itu, maka akan dibahas mengenai modernisasi di Thailand.

1.    Raja Mongkut
Era modernisasi di Thailand dimulai pada masa pemerintahan Raja Mongkut yang bergelar Rama IV. Mongkut meminta dengan tegas supaya saudara kandungnya, pangeran Chuthamani, dinobatkan sebagai “raja kedua”. Chuang Bunnag diangkat menjadi Chauphraya Sri Suriyawong, yaitu menteri peperangan provinsi-provinsi selatan (Kalahong) dan kepala menteri. Sementara itu adiknya, Kham Bunnag menjadi menteri keuangan.
Sir John Bowring, Gubernur Inggris dari Hong Kong dan menteri luar negeri untuk Cina mengajukan tuntutan atas perdagangan bebas berdasarkan cukai yang bersifat nominal saja dan penghapusan semua monopoli perdagangan dan komoditas Siam. Selanjutnya pada 18 April 1885 ditandatangani perjanjian Bowring. Di bawah syarat-syarat perjanjian tersebut, Siam bersedia memberikan hak ekstrateritorial, menyetujui penghapusan komoditas perusahaan maupun yang diborongkan atau monopoli-monopoli dan cukai-cukai transit, dan penetapan menurut nilai (adva-lorem) tarif 3% terhadap barang-barang impor dan 5% terhadap barang-barang ekspor.
Keputusan Siam untuk berbuat demikian merupakan cara untuk menghindari ancaman intervensi asing. Supaya perjanjian tersebut dapat berjalan, Mongkut dan para menterinya harus menjalankan apa yang diakui oleh Bowring sebagai “sebuah revolusi total di dalam semua mekanisme keuangan pemerintah”. Kemungkinan bahwa perdagangan luar negeri akan segera berkembang, maka jumlah kapal-kapal asing yang mengunjungi Bangkok meningkat lebih dari 10 kali lipat dan Siam menjadi salah satu pengekspor beras dan kayu jati terbesar di dunia.
Perkembangan yang pesat dalam hal perdagangan dan hubungan luar negeri membuat kehidupan di Bangkok berubah dengan cepat. Fasilitas-fasilitas pelabuhan, gudang-gudang dan toko-toko dibangun. Raja menanamkan modalnya dalam toko-toko baru. Para pedagang, kaum misionaris, seniman, kaum profesional dan orang-orang barat dipekerjakan secara resmi sebagai tutor, penerjemah, pejabat-pejabat polisi, dan nahkoda.
Mongkut dan Suriyawong menyadari bahwa nasib negeri mereka bergantung pada seberapa banyak mereka belajar dari barat. Oleh sebab itu mereka berusaha menyesuaikan diri dengan ide-ide dan teknik barat, dalam tingkah laku hubungan dengan luar negeri dan pengorganisasian serta perlengkapan kekuatan militer. Orang-orang asing dipekerjakan untuk mewakili pemerintah Siam di luar negeri. Kemudian digantikan oleh bangsa Siam yang sudah terlatih dengan baik. Orang-orang Eropa disewa sebagai penasihat kementerian luar negeri Suriyawong, dan Raja Bangkok. Pemerintah Siam menyewa pelatih untuk melatih tentara dan mengimpor senjata baru.
Walaupun melakakukan berbagai penyesuaian terhadap barat, namun Mongkut tidak melakukan perubahan yang fundamental. Golongan bangsawan birokrat tetap bersifat semi turun-temurun dan tidak digaji, serta pengarahan pendidikan tidak berubah. Tidak ada revisi yang dibuat dalam hukum Siam atau dalam sistem perbudakan. Pemerintahan provinsi tidak efisien dan cenderung melawan kekuasaan pusat. Mongkut dan Suryawong mungkin berpikir bahwa mereka telah terlalu berbuat banyak dan bodoh untuk maju terlalu cepat dengan perubahan. Terutama sejak tekanan perubahan, seperti yang disuarakan oleh para konsul asing, masih belum kuat sebelum 1870. Apalagi kaum bangsawan dan keluarga raja terbagi karena adanya masalah perubahan. Oleh sebab itu, Mongkut dan Suriyawong percaya bahwa perubahan harus dilakukan secara perlahan-lahan dan hati-hati.
Ada dua insiden yang mungkin menyebabkan Siam mempertimbangkan kembali hubungannya dengan barat dan keadaan yang mendesak dari perubahan di dalam negeri. Pertama adalah penembakan Trengganu oleh kapal perang Inggris pada 1862 setelah Suriyawong membangkitkan minat untuk memperluas kekuatan Siam sana dan Pinang, mengingatkan Siam akan kerapuhan hubungannya dengan Inggris dan kelemahannya dalam menghadapi serangan barat. Selain itu juga terjadi penghapusan kekuasaan dan pengaruh Siam di Kampuchea demi keuntungan Perancis. Hal tersebut menimbulkan kekecewaan pada Raja Mongkut. Tidak ada peristiwa yang serius untuk memaksa Mongkut mengubah politik dasarnya. Mongkut dapat membangun dengan sukses hubungan dengan barat. Salah satu usahanya adalah dengan diplomasi. Ia mengundang konsul-konsul asing dan Gubernur Straits Settlements pada September 1868 untuk menemaninya dalam suatu kunjungan ke desa Wa ko untuk menyaksikan gerhana matahari total. Ia terserang penyakit yang mengakibatkan kematiannya 5 minggu setelah kunjungan itu pada usia 65 tahun.
Hubungan yang baik antara Rama I dan menteri-menterinya menyebabkan terbentuknya kelompok-kelompok partai yang hidup lama di istana dan memberi fleksibelitas kepada kinerja pemerintah dan memperluas alternatif untuk mempertimbangkan ekonomi nasional dan politik luar negeri. Komunitas Cina yang menetap dan tumbuh dengan cepat membuktikan sumber kekuatan yang besar dalam pelaksanaan sistem pengolahan pajak. Sampai 1868 politik semakin berkembang yang ditandai dengan kepentingan-kepentingan baru, ide-ide, asosiasi-asosiasi, dan komitmen-komitmen melipatgandakan alternatif dalam kebijaksanaan.

2. Raja Chulalangkorn
Tekanan imperialisme barat yang paling kuat terjadi dalam satu atau dua dasawarsa setelah Myanmar dan Vietnam. Hal itu memberikan tambahan waktu bagi Siam memecahkan masalah-masalah yang kritis dan politik dalam negeri. Raja Chulalongkorn (1868-1910) pada usia 15 tahun menggantikan ayahnya dan selama lima tahun tidak mempunyai kekuasaan di tangan walinya, Chaophraya Sri Suriyawong (Chuang Bunnag). Ia kemudian bepergian ke Hindia Belanda, Singapura, Myanmar, dan India untuk mengumpulkan anak-amak muda di sekelilingnya yang telah mengenyam pendidikan barat. Ketika ia menjadi raja dengan hak penuh pada 1873, dengan dukungan anak-anak muda ia memulai dengan serentetan perubahan-perubahan yang mendasar, mengumumkan penghapusan perbudakan, mengubah sistem pengadilan dan keuangan, serta membentuk sebuah dewan negara dan dewan pribadi untuk menasehatinya.
Pada pertengahan 1880-an Chulalangkorn memulai kembali program pembaharuannya dengan menempatkan saudara-saudara raja yang merupakan orang-orang berpendidikan paling baik dari generasi mereka di departemen-departemen dan kementrian-kementrian. Pada 1885 mulai mengadakan reorganisasi pada pemerintahannya di kementrian-kementrian yang disusun berdasarkan fungsinya. Sistem tersebut diresmikan pada Maret 1888 dengan calon menteri yang muda-muda, semua saudara raja, dan menghadiri rapat-rapat sebelum kementrian resmi diumumkan. Empat tahun kemudian departemen ditata ulang  dengan orang-orang yang telah dipersiapkan dan dilatih untuk kabinet pemerintahan yang baru dan mulai beroperasi pada April 1892.
Perubahan yang paling penting ialah perluasan kekuasaan pusat atas provinsi-provinsi dan daerah-daerah vasal yang jauh letaknya. Siam mengelompokkan provinsinya ke dalam Monthon (lingkaran), yang diperintah oleh komisaris-komisaris seperti yang diterapkan Inggris di India dan Myanmar. Jabatan komisaris diadakan di Luang Prabang, Chiengmai, Phuket, dan Batambang pada 1870-an dan di Nongkhai, Champasak, Nakhon Ratchasima (Khorat), dan Ubon pada 1880-an. Kekuasaan dan aktifitas para komisaris baru menjadi kokoh sekitar 1890-an, ketika membangun unit-unit militer lokal dan mengatur administrasi keuangan dan pengadilan.
Siam berhasil mengatasi krisis 1893 tetapi kekuatan barat tetap mengancam integritas wilayahnya dari luar dan mengganggu kedaulatan negaranya dari luar. Perjanjian-perjanjian dari 1850-an membatasi kekuasaan penarikan pajak dan suatu sistem ekstarteritorial bersifat menekan orang-orang Cina, Lao, Kampuchea, Shan, dan Myanmar dengan sertifikat registrasi Perancis dan Inggris di luar pengadilan Siam. Antara 1898 dan 1910 suatu sistem sekolah pemerintahan yang modern telah tersebar luas ke seluruh negeri. Hal ini sejalan dengan pendaftaran yang melonjak dari 5.000 menjadi 84.000 murid. Rancangan perundang-undangan resmi yang modern, pembentukan dinas-dinas militer dan administrasi keuangan dan perpajakan yang modern, serta berakhirnya kerja paksa kesemuanya dapat diselesaikan. Ketika kepemimpinan yang sebagian besar terdiri atas orang-orang muda yang sudah dilatih di luar negeri, mulai menonjol pada akhir pemerintahan Chulalongkorn, keberhasilan program pembaharuan terjamin, meskipun masih jauh dari sempurna.

Kesimpulan
            Modernisasi di Thailand dimulai pada masa pemerintahan Raja Mongkut yang bergelar Rama III dengan menata ulang sistem pemerintahan di kerajaan. Selain itu, ia juga menandatangani perjanjian Bowring untuk memberikan hak ekstrateritorial kepada Inggris. Pada masa ini, perdagangan dan hubungan luar negeri membuat kehidupan di Bangkok berubah dengan cepat. Sampai 1868 politik semakin berkembang yang ditandai dengan kepentingan-kepentingan baru, ide-ide, asosiasi-asosiasi, dan komitmen-komitmen melipatgandakan alternatif dalam kebijaksanaan.
Modernisasi dilanjutkan oleh Raja Chulalongkorn (1868-1910) yang pada usia 15 tahun menggantikan ayahnya. Pada 1873, ia memulai dengan serentetan perubahan-perubahan yang mendasar, mengumumkan penghapusan perbudakan, mengubah sistem pengadilan dan keuangan, serta membentuk sebuah dewan negara dan dewan pribadi untuk menasehatinya. Pada pertengahan 1880-an Chulalangkorn menempatkan saudara-saudara raja di departemen-departemen dan kementrian-kementrian. Pada 1885 mengadakan reorganisasi pada pemerintahannya di kementrian-kementrian yang disusun berdasarkan fungsinya. Sistem tersebut diresmikan pada Maret 1888. Empat tahun kemudian departemen ditata ulang  mulai beroperasi pada April 1892. Antara 1898 dan 1910 suatu sistem sekolah pemerintahan yang modern telah tersebar luas ke seluruh negeri. Pada akhir pemerintahan Chulalongkorn, keberhasilan program pembaharuan terjamin, meskipun masih jauh dari sempurna.

Referensi
Wiharyanto, A Kardiyat. 2012. Sejarah Asia Tenggara Dari Awal Tumbuhnya
Nasionalisme Sampai Terbangunnya Kerja Sama ASEAN. Yogyakarta :
Universitas Sanata Dharma.
Sudharmono. 2012. Sejarah Asia Tenggara Modern Dari Penjajahan ke Kemerdekaan.

Yogyakarta : Ombak.