Kamis, 20 April 2017

ISLAMISASI ANDALUS



http://inma-educa.blogspot.co.id/2014/02/y-juega-con-andalucia.html

ANDALUSIA SEBELUM PENAKLUKAN

Sebelum Islam masuk, Andalusia dikuasai oleh kerajaan Gotik. Wilayah ini dipimpin oleh raja Roderic. Ia dikenal sebagai penguasa yang tidak toleran akan keanekaragaman agama dan kepercayaan masyarakat Andalus. Masyarakat dipaksa untuk memeluk Kristen. Bahkan ia akan membunuh mereka yang menolaknya.
            Keadaan tersebut menimbulkan penderitaan masyarakat kelas bawah dan masyarakat yang tidak sepaham dengan kerajaan. Hal tersebut diperparah dengan kelumpuhan ekonomi. Kebijakan ekonomi kerajaan membiarkan tanah-tanah tidak digarap, pabrik-pabrik ditutup sepihak, dan sarana transprtasi tidak mendapatkan perhatian.
            Berbagai kekacauan yang timbul merupakan akibat dari adanya perebutan kekuasaan dalam internal kerajaan. Terjadi pertikaian antara raja Roderick dengan keturunan Witiza dan ratu Julian. Pertikaian ini timbul akibat kebijakan politik raja Roderick yang otoriter dan sering membuat keputusan sepihak. Kekacauan internal kerajaan berimbas pada lemahnya kekuatan militer Roderick. Pasukan yang direkrut adalah para budak yang tertindas, sehingga tidak memiliki semangat perang yang tinggi. Lemahnya sistem militer pada masa Roderik harus melawan kekuatan Yahudi yang bergabung dengan tentara Islam.


PENAKLUKAN ANDALUSIA
           
A.     Penaklukan Oleh Kaum Muslim
Ekspansi pasukan muslim ke Semenanjung Iberia, gerbang barat daya Eropa merupakan serangan terakhir yang dijalankan oleh orang-orang Arab. Serangan tersebut merupakan puncak ekspansi muslim ke wilayah Afrika-Eropa. Dari sisi kecepatan operasi dan kadar keberhasilannya, ekspedisi ke Spanyol memiliki kedudukan yang unik dalam sejarah militer abad pertengahan.
Kronologi ditaklukkannya Andalusia berawal dari ditaklukkannya Afrika Utara secara penuh pada masa dinasti Bani Umayyah yang saat itu dipimpin oleh Abdul Malik. Abdul Malik kemudian digantikan oleh Al Walid. Musa ibn  Nushair menjabat sebagai Gubernur Afrika Utara di bawah kekuasaan Ummaiyah sejak tahun 699 M. Ia berhasil mengusir orang-orang Byzantium dari daerah sebelah barat Carthago dan berangsur-angsur meluaskan penaklukan sampai ke pantai Lautan Atlantik. Dengan demikian, maka terbentuklah suatu ‘batu loncatan’ untuk melakukan penyerbuan ke benua Eropa.
Pengintaian pertama dilakukan pada bulan Juli 710 M ketika Tharif ibn Malik mendarat di semenanjung kecil membawa balatentara berkekuatan seratus pasukan kavaleri dan empat ratus pasukan infanteri yang terletak hampir ujung selatan benua Eropa. Mereka menaiki empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Semenanjung ini kini disebut Tharifa. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara dengan harta rampasan perang yang tidak sedikit jumlahnya.
Didorong oleh kemenangan-kemenangan pada ekspedisi yang pertama dan oleh karena timbulnya kerusuhan-kerusuhan perebutan singgasana dalam Kerajaan Gotia-Barat di Spanyol dan lebih terdorong oleh keinginan akan barang rampasan daripada keinginan untuk menaklukan, maka Musa pun mengirim Tarik, seorang tawanan Berber yang sudah dibebaskan, bersama-sama sepasukan tentara yang berjumlah 7000 orang, kebanyakan terdiri dari orang-orang Berber, menyerbu Spanyol. Tarik mendarat dekat bukit-batu Jibraltar yang kelak mengabadikan namanya, Jabal Thariq (Bukit Thariq).[1] Sesudah kemenangan yang menentukan dekat bukit Thariq, maka razia ke Spanyol berubah coraknya, menjadi penaklukan seluruh Spanyol.[2]
Thariq kemudian memperbesar pasukannya hingga 12.000 orang. Pada tanggal 19 Juli 711 terjadilah pertempuran antara Thariq dengan pasukan-pasukan Raja Roderik dekat muara sungai Salado, pada pinggir tambak-tambak Yanda.[3] Tentara Gotia-Barat yang berjumlah 25.000 orang pun mengalami kekalahan karena adanya pengkhianatan dari musuh-musuh politik Roderick, yang dipimpin oleh Uskup Oppas, saudara Witiza. Apa yang terjadi kepada Roderick setelah itu tidak diketahui dengan pasti. Kebanyakan baik sumber Arab maupun Spanyol menyatakan bahwa Roderick menghilang. Pertempuran ini dikenal dengan pertempuran Guadalete.
Setelah mencapai kemenangan ini, pasukan muslim melewati kota-kota Spanyol dengan mudah. Hanya beberapa kota yang dikuasai para satria Gotik-Barat yang memberikan perlawanan. Thariq bersama dengan pasukannya melewati Ecija menuju Toledo, ibukota pada waktu itu, dan mengirimkan sejumlah pasukan ke kota-kota tetangga. Satu pasukan merebut Arkidona tanpa mendapat perlawanan. Pasukan lainnya berhasil menduduki Elvira, dekat Granada. Pasukan ketiga yang terdiri atas kavaleri di bawah komando Mughith al-Rumi (orang Romawi) menyerang Kordova. Setelah mencoba bertahan selama dua bulan, Kordova menyerah karena pengkhianatan seorang penggembala yang menunjukkan jalan terobosan di dinding benteng. Malaga tidak memberi perlawanan sama sekali. Di Ecija pasukan muslim mendapatkan perlawanan yang sengit, dan berakhir dengan kemenangan di pihak pasukan muslim. Toledo, ibukota Gotik Barat, berhasil diduduki lewat pengkhianatan sejumlah penduduk Yahudi. Berkat semua kemenangan itu, Thariq telah menjadi penguasa atas sepaaruh wilayah Spanyol. Dalam waktu yang singkat, ia telah menghancurkan seluruh kerajaan.[4]
Pada bulan Juni 712 Musa ibn Nushair bergerak menuju Spanyol bersama dengan 10.000 tentara yang terdiri atas orang-orang Arab dan orang Arab Suriah karena iri dengan keberhasilan letnannya. Ia menyerang kota-kota kecil dan benteng-benteng yang tidak diserbu oleh Thariq, seperti Medina, Sidonia, dan Carmona. Seville, kota terbesar dan pusat intelektual Spanyol mempertahankan diri hingga akhir Juni 713. Perlawanan paling gigih diberikan oleh pasukan Merida. Namun setahun setelah terkepung, kota ini berhasil diduduki pada 1 Juni 713.
Akhirnya di kota Toledo Musa dan Thariq bertemu. Riwayat menyebutkan bahwa Musa mencambuk Thariq dan merantainya karena tidak mematuhi perintahnya agar berhenti sejenak pada tahap-tahap awal penyerbuan. Namun demikian penaklukan-penaklukan terus berlangsung. Tak lama kemudian mereka sampai di kota Saragosa di sebelah utara dan kaum muslim muslim menerobos masuk ke daerah datarn tinggi Arragon, Leon, Austrias, dan Galicia. Pada musim gugur di tahun 713, Khalifah al-Walid di Damaskus menarik kembali Musa ke ibukota. Musa dipersalahkan seperti halnya tuntutan yang ia jatuhkan keoada Thariq : melaukukan tindakan-tindakan di luar pengetahuan atasannya.[5]
Musa kemudiaan menyerahkan kekuasaan atas daerah taklukan kepada putra keduanya, Abd al-Aziz. Musa perlahan-lahan bergerak melalui jalan darat menuju Suriah. Ia disertai oleh para perwiranya dan empat ratus pangeran Gotik Barat yang mengenakan mahkota dan korset yanng dilengkapi sabuk emas. Selain itu, ia disertai rombongan budak dan para tawanan perang, serta membawa harta rampasan perang. Pada bulan Februari 715, rombongan Musa memasuki Damaskus yang disambut hangat oleh al-Walid. Suatu upacara kenegaraan dilakukan dengan segala kemewahan dan keindahannya di pelataran Masjid Umayyah. Untuk pertama kalinya, beratus-ratus bangsawan barat dan beribu-ribu tawanan Eropa bersujud dihadapan pemimpin muslim.
Spanyol kemudian menjadi salah satu provinsi kerajaan Islam. Nama Arab yang diberikan kepadanya adalah al-Andalus. Musa hanya menyisakan beberapa wilayah kecil di sebelah utara dan timur semenanjung untuk ditaklukan oleh para penerusnya, serta sedikit pemberontakan untuk ditumpas. Dalam waktu yang singkat, kurang lebih tujuh tahun, penaklukan di semenanjung tersebut sepenuhnya rampung. Para penakluk kemudian tinggal di sana selama berabad-abad.[6]
B.    Faktor Pendukung Masuknya Islam ke Andalusia
Masuknya islam ke bumi Andalus walaupun dalam waktu yang singkat, tetapi mengalami proses yang panjang. Sebab-sebab berbagai kemenangan yang diperoleh pasukan muslim tidak sukar untuk dipaparkan. Setidaknya ada dua faktor pendukung masuknya islam, yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal ini meliputi kondisi dari kondisi pemrintahan Gotik yang rapuh dan banyak gejolak. Pada masa itu, Spanyol dipimpin oleh raja yang kejam. Hal ini menimbulkan ketidaksenangan baik pada rakyat Spanyol sendiri maupun orang Kristen (Romawi) yang berasal dari luar Spanyol. Kaum Gotik Barat berkuasa sebagai penguasa absolut dan bersikap kejam. Ajaran Sebagai penganut Katolik, rakyat membenci kekuasaan kaum Gotik. Kalangan pribumi meliputi sejumlah besar golongan pelayan dan budak. Tidak mengejutkan jika golongan ini memberikan kontribusi bagi keberhasilan invasi, bahkan mereka bekerjasama dengan pihak penakluk. Kemudian, ada kalangan Yahudi diantara penduduk yang terasing tersebut selalu dianiaya oleh kalangan penguasa Gotik. Upaya-upaya untuk memaksa kaum Yahudi pindah agama, diantaranya dilakukan melalui dekrit kerajaan yang dikeluarkan pada 612. Dekrit ini memerintahkan semua penduduk Yahudi agar dibaptis, dan kalau tidak, mereka diancam dengan hukuman pembuangan dan penyitaan kekayaan. Selain itu, terjadi pertikaian politik diantara keluarga kerajaan dan bangsawan-bangsawan Gotik.[7]
Faktor eksternal adalah dari posisi geografis Andalusia. Di Afrika Utara terdapat dua kekuasaan yang menjadi pusat Katholik Romawi dan Islam dimana hubungan kedua wilayah tersebut terbuka. Banyak wilayah utara yang dahulu menjadi pusat Kristen dan Yahudi kemudian bergabung dengan Islam. Ini dikarenakan mereka tidak menyukai kekuasaan Gotik yang tidak mengenal toleransi, sedangkan Islam merupakan ajaran yang mengedepankan toleransi.
C.    Pemerintahan Islam di Andalusia
Pada masa-masa awal, umat Islam di Andalusia merupakan minoritas dalam jumlah namun mengendalikan kekuasaan politik dan kekuasaan militer. Jarak yang begitu jauh dari pusat peradaban Islam di Timur (Syria-Hijaz) mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk Muslim berjalan relatif lambat, dan karenanya penanaman pengaruh Islam dan penyebarluasan bahasa Arab juga berjalan perlahan.[8]
Walaupun demikian, sejak penaklukan tanah Andalusia oleh umat Islam hingga masa keruntuhannya, Islam memiliki peranan yang sangat penting bagi kemajuan peradaban. Selama kurang lebih delapan abad lamanya Islam berkuasa di Andalusia. Menurut Dr. Badri Yatim, kekuasaan Islam di Spanyol dibagi menjadi beberapa periode :
1.    Periode Pertama (711-755 M)
Periode ini disebut juga periode kepemimpinan para wali (gubernur). Pada periode ini umat Islam di Andalusia masih belum stabil karena masih ada gangguan-gangguan baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam diakibatkan oleh adanya pertentangan-pertentangan diantara elit penguasa. Gangguan dari luar berasal dari khalifah di Damaskus yang berpusat di Kairawan dan gangguan dari sisa-sisa bangsa Andalusia yang bersembunyi daerah pegunungan.
Umat Islam Andalusia berasal dari orang-orang Arab, Afrika Utara, dan penduduk pribumi Andalusia. Namun terjadi perselisihan etnis yang semakin tajam antara kaum bangsawan Arab dan Barbar sebagai pemimpin kaum muslim Andalusia. Akibatnya, dalam periode kepemimpinan yang singkat tersebut terjadi dua puluh kali pergantian wali. Periode ini diakhri dengan datangnya Abdurrohman ad-Dakhil pada tahun 755 M.
2.    Periode Keamiran (755-912 M)
Pada periode ini pemerintahan dipegang oleh seorang yang bergelar amir. Umat Islam pada masa ini dipimpin oleh keturunan Bani Umayyah yang berhasil meloloskan diri dari kejaran Bani Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman ad-Dakhil yang merupakan cucu kesepuluh Hisyam Ibnu Abdul Malik dari dinasti Bani Umayyah berhasil selamat yang selamat dari pembantaian menjadi amir pertama umat Islam Andalusia setelah berhasil mengalahkan Yusuf, Wali Gubernur Ifkriyah.
Setelah mengalahkan Yusuf, Abdurrohman masih harus menghadapi kepala-kepala suku Arab dan Barbar yang berambisi untuk menjadi penguasa Andalusia. Bahkan diantara kepala suku Arab ada yang meminta bantuan kepada Charle Magne Agung, seorang pejuang agama Kristen dari Perancis, untuk merusak umat Islam. Charle Magne datang dengan pasukannya yang begitu besar, kemudian bergabung dengan tentara suku Arab tersebut. Namun pemberontakan tersebut dapat ditumpas oleh Abdurrohaman dan pasukannya.
Walaupun sempat mengalami pemberontakan dari beberapa suku Arab, tetapi pada periode ini Andalusia mengalami sedikit gangguan dari kalangan fanatik Kristen. Hal ini dikarenakan pengaruh dari adanya sikap amir yang memberi kebebasan kepada mereka untuk beribadah sesuai dengan agamanya.
Amir yang berkuasa pada periode ini yaitu :
a.    Abdurrohman ad-Dakhil
Amir pertama, Abdurrohman diangkat sebagai seorang administrator yang bertugas mengatasi pemberontakan dari para kepala suku. Beliau membagi wilayahnya menjadi enam provinsi yang dikepalai oleh gubernur-gubernur dengan penjagaan keamanan kerajaan. Mereka terdiri dari kalangan tentara yang terorganisir dengan baik dan terlatih sejumlah 40.000 tentara bayaran Barbar.
b.    Hisyam I
Hisyam I yang merupakan amir kedua terkenal dengan kedermawanannya dan kesalehannya, sehingga para ulama dan ahli fiqh selalu berdampingan dengannya. Beliau merupakan pemimpin yang tegas dalam menegakkan hukum Islam. Maka jarang terjadi pemberontakan dalam negeri, sehingga pembangunan berjalan terus.
c.    Hakam I
Masa kepemimpinan khalifah Hakam I sebagai amir ketiga terjadi perpecahan antar umat Islam. Ukhuwah Islamiyah mulai retak karena kebijakan dan akhlaknya yang buruk. Ajaran Islam diinjak-injak, suka berfoya-foya, kejam, dan senang mabuk-mabukan. Hakam I secara kejam juga menyiksa para ulama dan ahli fiqh yang menasihatinya. Akibat dari kebijakan dan sikap pemimpin ini, kembali terjadi perpecahan antarsuku.
d.    Abdurrohman II
Pada kepemimpinan Abdurrohman II, umat Islam masih dalam perpecahan. Selain itu juga terdapat gerakan dari Alfonso II, kepala suku Leon dan kepala-kepala suku Kristen lainnya. Namun gerakan tersebut dapat ditumpas. Sementara kerajaan-kerajaan kecil Kristen dibebani pajak yang berat dan diperlakukan dengan kasar. Hal ini justru semakin menambah dendam dan kebencian.
Pemimpin selanjutnya sepeninggal Abdurrohman II adalah Muhammad I (852-886), Mundir (886-888), Abdullah (888-912). Pada masa kepemimpinan tiga amir ini, pemberontakan kembali terjadi.
3.    Periode Kekhalifahan (912-1013 M)
Islam di Andalusia pada masa ini mencapai puncak kejayaannya, bahkan mampu menyaingi kejayaan Abbasiyah di Baghdad. Masa kekhalifahan dimulai pada masa Abdurrohman III. Beliau merupakan khalifah yang berkedudukan di Cordova.
Abdurrohman III berhasil mempersatukan kembali umat Islam yang telah retak dalam jangka waktu 50 tahun. Bahkan Islam dapat melumpuhkan kekuatan kepala-kepala suku Kristen, Arab, dan Pribumi. Ilmu pengetahuan dan pembangunan berkembang dengan pesat. Pembangunan kota al-Zahro dan saluran air yang menembus gunung sepanjang 80 kilometer. Di dalamnya terdapat puri, jembatan, rumah sakit, sekolah-sekolah, panti jompo, perpustakaan, industri, dan berbagai fasilitas lainnya yang menandai kemajuan peradaban.
Kekhalifahan selanjutnya diteruskan oleh Hisyam II yang diangkat saat berusia 11 tahun. Pada masa ini kondisi umat Islam Andalusia kembali melemah. Kerajaan-kerajaan kecil atau nama suku mulai berdiri di kota-kota, seperti Seville, Cordova dan Toledo, yang pada akhirnya mengakibatkan jatuhnya kekuasaan Bani Ummayah di Andalusia.
4.    Periode Muluk Ath-Thowaif (1013-1086 M)
Islam mulai terpecah dan mengalami kemunduran pada periode ini akibat pejabat negara yang tidak memiliki kecakapan. Ditandai dengan dihapuskannya jabatan khalifah oleh dewan menteri pada tahun 1013. Antar umat Islam juga terjadi perang saudara. Namun demikian, kehidupan intelektual mereka tetap berlanjut. Umat Islam di Andalusia dipimpin oleh raja-raja kerajaan kecil yang saling berebut kekuasaan. Hal ini merupakan peluang besar bagi musuh-musuh Islam.
5.    Periode Murobithun (1086-1143) dan Muwahhidun (1146-1235)
Meskipun Andalusia terpecah, tetapi masih terdapat dua kekuasaan dominan, yaitu kekuasaan Murobithun dan Muwahhidun. Murobithun pada mulanya merupakan gerakan yang didirikan oleh Yusuf Ibnu Tsyfin di Afrika Utara. Ia masuk ke Andalusia atas undangan dari penguasa-penguasa Islam yang sedang mempertahankan negerinya dari serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Andalusia pada tahun 1086 dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Tasyfin memanfaatkan perpecahan diantara raja-raja kerajaan kecil untuk menguasai Andalusia. Akan tetapi sepeneninggal Tasyfin, penggantinya adalah raja-raja yang lemah. Maka pada tahun 1143 M, kekuasaan daulah ini berakhir.[9]
Daulah Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut Saragosa, bersamaan dengan jatuhnya Murobithun ke tangan Kristen. Muwahhidun sempat menduduki Cordova, Almeria, Granada pada tahun 1114-1154 M. Tidak lama kemudian mengalami kemunduran. Pada saat yang sama terjadi kebangkitan Kristen di Castellia dan Arragon dengan reconquistanya dan mengadakan penyerang ke wilayah-wilayah Islam. Kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan para penguasa lebih memilih kembali ke Afrika Utara dan meninggalkan Andalusia.
6.    Periode Bani Ahmar (1143-1492)
Setelah Muwahhidin meninggalkan Andalusia, sebagian besar kota-kota pusat kerajaan-kerajaan kecil Islam jatuh ke tangan Kristen, kecuali kota Granada yang dilindungi oleh gunung dan benteng-benteng. Kota ini sanggup bertahan dari serangan musuh selama 44 tahun. Namun pada akhirnya,  raja Ferdinand dan Isabella berhasil menghancurkan Granada dengan serangan beruntun pada 1485, 1487, 1489, 1491, dan 1492.
Pada periode ini, umat Islam hanya berkuasa di daerah Granada yang dipimpin oleh Bani Ahmar. Berakhirnya kekuasaan Islam di Andalusia ini dikarenakan adanya perselisihan untuk memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai pengganti. Dia pun melakukan pemberontakan dan meminta bantuan kepada raja Ferdinand dan Isabella. Upaya ini berhasil dan Abdullah naik takhta. Dalam perkembangannya, umat Kristen terus melakukan penyerangan dan Abdullah tidak dapat menahan serangan tersebut. Pada akhirnya ia menyerahkan kekuasaan.[10]


MASA KEEMASAN MUSLIM DI ANDALUSIA

A.  Kemajuan Peradaban dan Ilmu Pengetahuan
Islam di Andalusia telah menorehkan sejarah bagi perkembangan peradaban dan kebudayaan Eropa. Ia memiliki peran yang amat sebagai jembatan penyeberangan ilmu pengetahuan Yunani-Arab ke Eropa. Berikut dipaparkan kemajuan peradaban dan ilmu pengetahuan di Andalusia.
1.    Perkembangan Kajian Bahasa dan Sastara
Bahasa Arab telah menjadi bahasa pemerintahan Islam di Spanyol. Dimanapun dan kapanpun bahasa Arab digunakan. Penguasa Bani Umayyah yang pertama adalah seorang penyair, begitu pula beberapa orang penerusnya. Sebagian besar penguasa memiliki penyair kesayangannya yang akrab dengan kalangan istana. Bahkan mereke akan dibawa serta mengikuti perjalanan, dan perang-perang yang mereka lakukan. Kota Seville melahirkan banyak penyair yang bagus dan penuh inspirasi.[11]
2.    Perkembangan Pendidikan dan Intelektual
Berbagai ilmu berkembang dengan pesat. Baik itu ilmu kedokteran, matematika, kimia, astronomi, maupun ilmu-ilmu lainnya. Al-Khawarizmi, merupakan pelopor pertama penggunaan angka, termasuk angka nol. Penggantian bilangan romawi menjadi bilangan arab ditujukan untuk memudahkan perhitungan, dan hingga kini masih digunakan. Ilmuwan paling terkenal di bidang botani dan farmasi di Spanyol adalah Abdullah ibn Ahmad. Karya-karyanya merupakan cara pengobatan sederhana yang menggunakan binatang, sayur-sayuran, dan mineral. Ibn Khaldun mempersembahkan teori perkembangan sejarah yang menempatkan dua aspek sosial berupa fakta-fakta fisik tentang iklim dan geografi, serta aspek moral dan spiritual yang memengaruhi perkembangan sosial. Ia juga merumuskan hukum-hukum kemajuan dan kemunduran suatu bangsa.
  1. Perkembangan Seni dan Arsitektur
Cordova
http://wallsdesk.com/cordoba-87112/cordoba-hd/
Istana Alhambra
https://lh3.googleusercontent.com/zVn9PlgOtsWOuoANg3WygslKjIP24l0qwsFssuoilQMP9Q4yJQalOL_0i02QTsekjBFguw=s136

a.    Cordova
Sebelum islam masuk, Ccordova merupakan ibukota Spanyol dan kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah pada masa kekuasaan Abdurrohman ad-Dakhil. Di sini lah terdapat Masjid Agung Cordova. Fondasi masjid ini didirikan oleh Abd al-Rahman I pada 786 di atas situs gereja. Bagian utama masjid disempurnakan pada 793 dan dilengkapi dengan menara bundar. Gaya arsitektur menara Spanyol mengikuti mmodel menara di Afrika, yang aslinya bergaya Suriah. Barisan tiang sebaanyak 1293 buah membentuk sebuah belantara yang agung, mendukung atap masjid. Lampu-lampu yang terbuat dari kuningan menyerupai sebuah lonceng.
b.    Granada
Granada yang merupakan tempat pertahanan terakhir umat Islam Andalusia meninggalkan sisa-sisa kejayaan peradaban Islam. Istana Alhambra dengan dekorasinya yang besar, megah, dan indah, merupakan peninggalan-peninggalan yang paling agung. Arsitektur bangunannya terkenal di seluruh Eropa dan disebut-sebut sebagai puncak ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana ini diperindah dengan taman yang berada di sekelilingnya.
  1. PENGARUHNYA BAGI RENAISSANCE
Doktrin gereja yang menolak kajian ilmu pengetahuan telah menguasai dunia Barat selama berabad-abad. Padahal pada masa sebelumnya, ilmu pengetahuan dan filsaft sempat berkembang di Yunani. Sementara itu, dunia Islam sibuk melakukan kajian ilmu pengetahuan sehingga melahirkan peradaban yang lebih tinggi.
Hal inilah yang menyebabkaan ilmuwan Eropa tertarik untuk mengetahui khazanah keilmuwan dunia Islam. Mereka kemudian mencoba mentransfer sejumlah ilmu pengetahuan dengan cara menterjemahkan buku-buku karya ilmuwan muslim. Selain itu, mereka juga mengirim sejumlah mahasiswa untuk belajar di dunia Islam. Salah satu tempat yang dituju adalah Spanyol. pemuda-pemuda Kristen Eropa yang belajar di Universitas Islam di Spanyol, seperti Universitas Cordoba, Sevilla, Malaga, Granada, Salamanca.
Ilmu pengetahuan dan peradaban Islam di Eropa menimbulkan gerakan kembangkitan kembali (renaissance). Orang-orang Barat ingin mengembalikan kejayaan pada masa lalu yang pernah diraih Yunani. Perkembangan pengetahuan Yunani di Eropa ini tidak lepas dari tangan umat Islam yang menterjemahkan berbagai karyanya. Pemikiran Ibn Rusyd yang mengulas pikiran Aristoteles tentang kebebasan berpikir merupakan pemantik dari keinginan bangsa Barat.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari negeri Spanyol dengan cara yang kejam, tetapi ia telah membina gerakan-gerakan penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan Yunani klasik (Renaissance) pada abad ke 14 M yang bermula di Italia, gerakan reformasi pada abad ke 16 M, Rasionalisme pada abad ke 17 M, dan pencerahan (Aufklaerung) pada abad ke 18 M.[12]



RUNTUHNYA KEKUASAAN MUSLIM ANDALUSIA

Keadaan Andalus pada masa pemerintahan Abdurrahman II mengalami banyak goncangan dan kekacauan, pasalnya dalam kekuasaan pemerintahan siling berganti. Selama itu pula di Andalus terjadi peralihan dari pemerintahan bangsa Gothia kepada Bani Umayyah.
Pengaruh geografis Andalus yang terpisah oleh pegunungan tidak memungkinkan untuk dilakukan sistem sentralisasi yang dibangun oleh Abdurrahman II (206 – 238 H/822 – 852 M), sehingga berlakunya sistem disentralisasi justru menimbulkan perpecahan pada pemerintahan. Seperti timbulnya kerajaan-kerajaan kecil, sebut saja kerajaan bani Hujjaj di Sevilla dari suku Arab Yamami, Kerajaan Zi Al Nur di Stramdora, dan bagian selatan Portugal dari suku Barbar. Emir Abdurrahman III yang menggantikan Emir Abdullah mampu mengembalikan wilayah kekuasaan dinasti bani Umayyah yang hampir musnah. Namun Andalus kembali dikuasai oleh Muluk Al Thawaif (raja-raja golongan) akibat adanya serangan kaum Nasrani dari Leon, tetapi ketika Muwaahhidun menguasai Andalus Muluk Al Thawaif (raja-raja golongan) tersebut tunduk kepadanya.
Pada tahun 609 H/ 1212 M kaum Nasrani mengadakan serangan besar-besaran ke Spanyol dengan mengatasnamakan perang suci di Eropa. Saat itu pasukan Nasrani dipimpin oleh Alfonso VIII raja Castille, sedangkan Andalus di bawah kepemimpinan dari Muwahhidun. Dalam peperangan tersebut tentara Muwahidun mengalai kekalahan besar sehingga menyebabkan berakhirnya kekuasaan Muwahhidun di Spanyol. Satu persatu kekuasaan Islam di Spanyol jatuh ke tangan Nasrani, sehingga selama tahun 1238 – 1260 M mereka dapat menguasai Valencia, Cordova, Murcia, dan Seville. Sehingga peta pemerintahan Islam di Spanyol berubah dari 20 kerajaan kecil menjadi 1 kerajaan kecil.[13]
Kekuasaan Islam yang masih tersisa hanyalah Granada, dibawah kekuasaan bani Al Ahmar. Kerajaan Bani Ahmar menjadi tempat pelarian, persembunyian dan konsentrasi dari umat Islam di Spanyol akibat ditaklukannya kerajaan-kerajaan kecil lainnya. Maula Ali Abi Hasan yang berkuasa di Granada merasa cemas dengan unifikasi (penyatuan) dua kerajaan yakni Castille dan Aragon. Akibatnya, terjadilah perang dingin dengan kaum Nasrani. Dengan cara menghentikan pembayaran upeti terhadap raja Ferdinand serta disampaikan pula ucapan yang sangat menyakitkan. Perlawanan pasukan kerajaan bani Ahmar terhadap pasukan Ferdinand cukup kuat sehingga kemenangan dan kekalahan silih berganti bagi masing-masing pihak. Meski begitu, pasukan Ferdinand dapat mengepung dan memblokade pasukan Islam.[14] Padatnya penduduk di Kerajaan bani Ahmar bagi pihak Islam menimbulkan permasalahan seperti bahaya kelaparan dan penyakit, sehingga keadaan kaum muslimin menjadi kritis. Kerajaan Bani Ahmar akhirnya menyerah juga setelah bertahan beberapa saat lamanya. Maka pada tanggal 2 Januari 1942 dibuatlah perjanjian guna menandai berakhirnya kekuasaan Islam di tanah Spanyol. Perjanjian tersebut berisi janji raja Ferdinand yang akan melindungi umat Islam dan membiarkan masjid-masjid dalam keadaan seperti biasa. Perjanjian yang telah ditandatangani di saat penyerahan kota Granada telah dilanggar oleh kaum Nasrani. Sehingga membuat kaum Muslimin dijatuhi hukuman dan siksaan.
Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dan kehancuran kekuasaan Islam di Spanyol diakibatkan oleh beberapa hal seperti :
  1. Masih adanya beberapa daerah yang belum dapat diduduki sepenuhnya ketika ekspansi Islam ke Spanyol
Daerah tersebut bernama Galicia, yang kemudian dijadikan benteng pertahanan, pelatihan, dan sekolah siasat yang dipersiapkan untuk melakukan perlawanan kepada kekuasaan daulah bani Umayyah dalam rangka mengembalikan wilayah kekuasaanya. 
  1. Konflik sesama penguasa Islam dengan kaum Nasrani
Kehadiran bangsa Arab menimbulkan iri dan membangkitkan rasa kebangsaan bangsa Spanyol yang Kristen 
  1. Sistem peralihan kekuasaan yang tidak jelas
Peralihan kekuasaan yang tidak jelas mengakibatkan sering terjadi perebutan kekuasaan sesama ahli waris, sehingga melemahkan dan hilangnya wibawa pemerintah
  1. Keterpencilan
Pemerintahan Islam di Spanyol yang jauh dari daerah Islam lain mengakibatkan jauhnya dukungan dari daerah lainnya, terkecuali Afrika Utara.
  1. Tidak ada ideologi pemersatu
Islamnya penduduk pribumi Spanyol tidak menjadikan dirinya sederajat dengan bangsa Arab, tetapi tetap diperlakukan sebagai ibad dan muwalladun sehingga dianggap merendahkan. Oleh karena itu beragama Islam tidak menjadi daya tarik bagi bangsa Spanyol sebagai dasar pemersatu ideologi.
  1. Sulitnya perekonomian
Pembangunan bidang fisik untuk keindahan kota dan peningkatan ilmu pengetahuan yang terlalu serius melalaikan pembangunan di bidang perekonomian yang menjadi pendukung persatuan dan kesatuan.


DAFTAR PUSTAKA

Sumber Buku           :
Phillip K. Hitti. 1970. Dunia Arab Sejarah Ringkas. Bandung : Sumur
Bandung.
-----2014. History of The Arabs. Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta.
Romein. Aera Eropa (Peradaban Eropa sebagai Penjimpangan dari Pola
            Umum). Bandung : Ganaco.
Susmihara dan Rahmat. 2013. Sejarah Islam Klasik. Yogyakarta: Ombak.
Yatim, Badri, 2014, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Sumber Jurnal         :
L. Hidayat Siregar. ANDALUSIA : Sejarah Interaksi Religius dan Linguistik. Jurnal MIQOT Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN
Sumatera Utara. Volume 37. Nomor 2. Juli-Desember 2013.
Fatikhah, Distorsi Umat Islam Andalusia : Perspektif Pendidikan Politik,
Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan



[1] Phillip K. Hitti,  Dunia Arab Sejarah Ringkas, (Bandung : Sumur Bandung, 1970), hlm 85
[2] Romein, Aera Eropa (Peradaban Eropa sebagai Penjimpangan dari Pola Umum), (Bandung : Ganaco), hlm 55
[3] Op.cit, hlm 85
[4] Phillip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm 630
[5] Ibid, hlm 631
[6] Ibid, hlm 633
[7] Ibid, hlm 634
[8] L. Hidayat Siregar, ANDALUSIA : Sejarah Interaksi Religius dan Linguistik, Jurnal MIQOTFakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Sumatera Utara, Volume 37, Nomor 2, Juli-Desember 2013. Hlm 263
[9] Fatikhah, Distorsi Umat Islam Andalusia : Perspektif Pendidikan Politik, Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan, hlm 12
[10] Ibid, hlm 13
[11] Phillip K. Hitti, History of The Arabs, (Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm711
[12] Yatim, Badri, 2014, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
[13] Munthoha, dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta : UII Press, 2009), hlm 79
[14] Susmihara dan Rahmat, Sejarah Islam Klasik, (Yogyakarta : Ombak, 2013), hlm 387

Tidak ada komentar:

Posting Komentar