![]() |
http://inma-educa.blogspot.co.id/2014/02/y-juega-con-andalucia.html |
ANDALUSIA SEBELUM
PENAKLUKAN
Sebelum Islam masuk, Andalusia dikuasai oleh
kerajaan Gotik. Wilayah ini dipimpin oleh raja Roderic. Ia dikenal sebagai
penguasa yang tidak toleran akan keanekaragaman agama dan kepercayaan
masyarakat Andalus. Masyarakat dipaksa untuk memeluk Kristen. Bahkan ia akan
membunuh mereka yang menolaknya.
Keadaan
tersebut menimbulkan penderitaan masyarakat kelas bawah dan masyarakat yang
tidak sepaham dengan kerajaan. Hal tersebut diperparah dengan kelumpuhan
ekonomi. Kebijakan ekonomi kerajaan membiarkan tanah-tanah tidak digarap,
pabrik-pabrik ditutup sepihak, dan sarana transprtasi tidak mendapatkan
perhatian.
Berbagai
kekacauan yang timbul merupakan akibat dari adanya perebutan kekuasaan dalam
internal kerajaan. Terjadi pertikaian antara raja Roderick dengan keturunan
Witiza dan ratu Julian. Pertikaian ini timbul akibat kebijakan politik raja
Roderick yang otoriter dan sering membuat keputusan sepihak. Kekacauan internal
kerajaan berimbas pada lemahnya kekuatan militer Roderick. Pasukan yang
direkrut adalah para budak yang tertindas, sehingga tidak memiliki semangat
perang yang tinggi. Lemahnya sistem militer pada masa Roderik harus melawan
kekuatan Yahudi yang bergabung dengan tentara Islam.
PENAKLUKAN ANDALUSIA
A.
Penaklukan Oleh Kaum Muslim
Ekspansi pasukan muslim ke
Semenanjung Iberia, gerbang barat daya Eropa merupakan serangan terakhir yang
dijalankan oleh orang-orang Arab. Serangan tersebut merupakan puncak ekspansi
muslim ke wilayah Afrika-Eropa. Dari sisi kecepatan operasi dan kadar
keberhasilannya, ekspedisi ke Spanyol memiliki kedudukan yang unik dalam sejarah
militer abad pertengahan.
Kronologi ditaklukkannya
Andalusia berawal dari ditaklukkannya Afrika Utara secara penuh pada masa
dinasti Bani Umayyah yang saat itu dipimpin oleh Abdul Malik. Abdul Malik
kemudian digantikan oleh Al Walid. Musa ibn
Nushair menjabat sebagai Gubernur Afrika Utara di bawah kekuasaan
Ummaiyah sejak tahun 699 M. Ia berhasil mengusir orang-orang Byzantium dari
daerah sebelah barat Carthago dan berangsur-angsur meluaskan penaklukan sampai
ke pantai Lautan Atlantik. Dengan demikian, maka terbentuklah suatu ‘batu
loncatan’ untuk melakukan penyerbuan ke benua Eropa.
Pengintaian pertama
dilakukan pada bulan Juli 710 M ketika Tharif ibn Malik mendarat di semenanjung
kecil membawa balatentara berkekuatan seratus pasukan kavaleri dan empat ratus
pasukan infanteri yang terletak hampir ujung selatan benua Eropa. Mereka menaiki
empat buah kapal yang disediakan oleh Julian. Semenanjung ini kini disebut
Tharifa. Ia menang dan kembali ke Afrika Utara dengan harta rampasan perang
yang tidak sedikit jumlahnya.
Didorong oleh
kemenangan-kemenangan pada ekspedisi yang pertama dan oleh karena timbulnya
kerusuhan-kerusuhan perebutan singgasana dalam Kerajaan Gotia-Barat di Spanyol
dan lebih terdorong oleh keinginan akan barang rampasan daripada keinginan
untuk menaklukan, maka Musa pun mengirim Tarik, seorang tawanan Berber yang
sudah dibebaskan, bersama-sama sepasukan tentara yang berjumlah 7000 orang,
kebanyakan terdiri dari orang-orang Berber, menyerbu Spanyol. Tarik mendarat
dekat bukit-batu Jibraltar yang kelak mengabadikan namanya, Jabal Thariq (Bukit
Thariq).[1]
Sesudah kemenangan yang menentukan dekat bukit Thariq, maka razia ke Spanyol
berubah coraknya, menjadi penaklukan seluruh Spanyol.[2]
Thariq kemudian memperbesar
pasukannya hingga 12.000 orang. Pada tanggal 19 Juli 711 terjadilah pertempuran
antara Thariq dengan pasukan-pasukan Raja Roderik dekat muara sungai Salado,
pada pinggir tambak-tambak Yanda.[3]
Tentara Gotia-Barat yang berjumlah 25.000 orang pun mengalami kekalahan karena
adanya pengkhianatan dari musuh-musuh politik Roderick, yang dipimpin oleh
Uskup Oppas, saudara Witiza. Apa yang terjadi kepada Roderick setelah itu tidak
diketahui dengan pasti. Kebanyakan baik sumber Arab maupun Spanyol menyatakan
bahwa Roderick menghilang. Pertempuran ini dikenal dengan pertempuran Guadalete.
Setelah mencapai kemenangan
ini, pasukan muslim melewati kota-kota Spanyol dengan mudah. Hanya beberapa
kota yang dikuasai para satria Gotik-Barat yang memberikan perlawanan. Thariq
bersama dengan pasukannya melewati Ecija menuju Toledo, ibukota pada waktu itu,
dan mengirimkan sejumlah pasukan ke kota-kota tetangga. Satu pasukan merebut
Arkidona tanpa mendapat perlawanan. Pasukan lainnya berhasil menduduki Elvira,
dekat Granada. Pasukan ketiga yang terdiri atas kavaleri di bawah komando Mughith
al-Rumi (orang Romawi) menyerang Kordova. Setelah mencoba bertahan selama dua
bulan, Kordova menyerah karena pengkhianatan seorang penggembala yang
menunjukkan jalan terobosan di dinding benteng. Malaga tidak memberi perlawanan
sama sekali. Di Ecija pasukan muslim mendapatkan perlawanan yang sengit, dan
berakhir dengan kemenangan di pihak pasukan muslim. Toledo, ibukota Gotik
Barat, berhasil diduduki lewat pengkhianatan sejumlah penduduk Yahudi. Berkat
semua kemenangan itu, Thariq telah menjadi penguasa atas sepaaruh wilayah
Spanyol. Dalam waktu yang singkat, ia telah menghancurkan seluruh kerajaan.[4]
Pada bulan Juni 712 Musa ibn
Nushair bergerak menuju Spanyol bersama dengan 10.000 tentara yang terdiri atas
orang-orang Arab dan orang Arab Suriah karena iri dengan keberhasilan
letnannya. Ia menyerang kota-kota kecil dan benteng-benteng yang tidak diserbu
oleh Thariq, seperti Medina, Sidonia, dan Carmona. Seville, kota terbesar dan
pusat intelektual Spanyol mempertahankan diri hingga akhir Juni 713. Perlawanan
paling gigih diberikan oleh pasukan Merida. Namun setahun setelah terkepung,
kota ini berhasil diduduki pada 1 Juni 713.
Akhirnya di kota Toledo Musa
dan Thariq bertemu. Riwayat menyebutkan bahwa Musa mencambuk Thariq dan
merantainya karena tidak mematuhi perintahnya agar berhenti sejenak pada
tahap-tahap awal penyerbuan. Namun demikian penaklukan-penaklukan terus
berlangsung. Tak lama kemudian mereka sampai di kota Saragosa di sebelah utara
dan kaum muslim muslim menerobos masuk ke daerah datarn tinggi Arragon, Leon,
Austrias, dan Galicia. Pada musim gugur di tahun 713, Khalifah al-Walid di
Damaskus menarik kembali Musa ke ibukota. Musa dipersalahkan seperti halnya
tuntutan yang ia jatuhkan keoada Thariq : melaukukan tindakan-tindakan di luar
pengetahuan atasannya.[5]
Musa kemudiaan menyerahkan
kekuasaan atas daerah taklukan kepada putra keduanya, Abd al-Aziz. Musa
perlahan-lahan bergerak melalui jalan darat menuju Suriah. Ia disertai oleh
para perwiranya dan empat ratus pangeran Gotik Barat yang mengenakan mahkota
dan korset yanng dilengkapi sabuk emas. Selain itu, ia disertai rombongan budak
dan para tawanan perang, serta membawa harta rampasan perang. Pada bulan
Februari 715, rombongan Musa memasuki Damaskus yang disambut hangat oleh
al-Walid. Suatu upacara kenegaraan dilakukan dengan segala kemewahan dan
keindahannya di pelataran Masjid Umayyah. Untuk pertama kalinya, beratus-ratus
bangsawan barat dan beribu-ribu tawanan Eropa bersujud dihadapan pemimpin
muslim.
Spanyol kemudian menjadi
salah satu provinsi kerajaan Islam. Nama Arab yang diberikan kepadanya adalah
al-Andalus. Musa hanya menyisakan beberapa wilayah kecil di sebelah utara dan
timur semenanjung untuk ditaklukan oleh para penerusnya, serta sedikit
pemberontakan untuk ditumpas. Dalam waktu yang singkat, kurang lebih tujuh
tahun, penaklukan di semenanjung tersebut sepenuhnya rampung. Para penakluk
kemudian tinggal di sana selama berabad-abad.[6]
B.
Faktor Pendukung Masuknya Islam ke Andalusia
Masuknya islam ke bumi
Andalus walaupun dalam waktu yang singkat, tetapi mengalami proses yang
panjang. Sebab-sebab berbagai kemenangan yang diperoleh pasukan muslim tidak
sukar untuk dipaparkan. Setidaknya ada dua faktor pendukung masuknya islam,
yaitu faktor internal dan eksternal.
Faktor internal ini meliputi
kondisi dari kondisi pemrintahan Gotik yang rapuh dan banyak gejolak. Pada masa
itu, Spanyol dipimpin oleh raja yang kejam. Hal ini menimbulkan ketidaksenangan
baik pada rakyat Spanyol sendiri maupun orang Kristen (Romawi) yang berasal
dari luar Spanyol. Kaum Gotik Barat berkuasa sebagai penguasa absolut dan
bersikap kejam. Ajaran Sebagai penganut Katolik, rakyat membenci kekuasaan kaum
Gotik. Kalangan pribumi meliputi sejumlah besar golongan pelayan dan budak.
Tidak mengejutkan jika golongan ini memberikan kontribusi bagi keberhasilan
invasi, bahkan mereka bekerjasama dengan pihak penakluk. Kemudian, ada kalangan
Yahudi diantara penduduk yang terasing tersebut selalu dianiaya oleh kalangan
penguasa Gotik. Upaya-upaya untuk memaksa kaum Yahudi pindah agama, diantaranya
dilakukan melalui dekrit kerajaan yang dikeluarkan pada 612. Dekrit ini
memerintahkan semua penduduk Yahudi agar dibaptis, dan kalau tidak, mereka
diancam dengan hukuman pembuangan dan penyitaan kekayaan. Selain itu, terjadi
pertikaian politik diantara keluarga kerajaan dan bangsawan-bangsawan Gotik.[7]
Faktor eksternal adalah dari
posisi geografis Andalusia. Di Afrika Utara terdapat dua kekuasaan yang menjadi
pusat Katholik Romawi dan Islam dimana hubungan kedua wilayah tersebut terbuka.
Banyak wilayah utara yang dahulu menjadi pusat Kristen dan Yahudi kemudian
bergabung dengan Islam. Ini dikarenakan mereka tidak menyukai kekuasaan Gotik
yang tidak mengenal toleransi, sedangkan Islam merupakan ajaran yang
mengedepankan toleransi.
C.
Pemerintahan Islam di Andalusia
Pada masa-masa awal, umat
Islam di Andalusia merupakan minoritas dalam jumlah namun mengendalikan
kekuasaan politik dan kekuasaan militer. Jarak yang begitu jauh dari pusat
peradaban Islam di Timur (Syria-Hijaz) mengakibatkan pertambahan jumlah
penduduk Muslim berjalan relatif lambat, dan karenanya penanaman pengaruh Islam
dan penyebarluasan bahasa Arab juga berjalan perlahan.[8]
Walaupun
demikian, sejak penaklukan tanah Andalusia oleh umat Islam hingga masa
keruntuhannya, Islam memiliki peranan yang sangat penting bagi kemajuan
peradaban. Selama kurang lebih delapan abad lamanya Islam berkuasa di
Andalusia. Menurut Dr. Badri Yatim, kekuasaan Islam di Spanyol dibagi menjadi beberapa
periode :
1.
Periode Pertama (711-755 M)
Periode
ini disebut juga periode kepemimpinan para wali (gubernur). Pada periode ini
umat Islam di Andalusia masih belum stabil karena masih ada gangguan-gangguan
baik dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam diakibatkan oleh adanya
pertentangan-pertentangan diantara elit penguasa. Gangguan dari luar berasal
dari khalifah di Damaskus yang berpusat di Kairawan dan gangguan dari sisa-sisa
bangsa Andalusia yang bersembunyi daerah pegunungan.
Umat
Islam Andalusia berasal dari orang-orang Arab, Afrika Utara, dan penduduk
pribumi Andalusia. Namun terjadi perselisihan etnis yang semakin tajam antara
kaum bangsawan Arab dan Barbar sebagai pemimpin kaum muslim Andalusia. Akibatnya,
dalam periode kepemimpinan yang singkat tersebut terjadi dua puluh kali
pergantian wali. Periode ini diakhri dengan datangnya Abdurrohman ad-Dakhil
pada tahun 755 M.
2.
Periode Keamiran (755-912 M)
Pada
periode ini pemerintahan dipegang oleh seorang yang bergelar amir. Umat Islam
pada masa ini dipimpin oleh keturunan Bani Umayyah yang berhasil meloloskan
diri dari kejaran Bani Abbasiyah di Baghdad. Abdurrahman ad-Dakhil yang
merupakan cucu kesepuluh Hisyam Ibnu Abdul Malik dari dinasti Bani Umayyah
berhasil selamat yang selamat dari pembantaian menjadi amir pertama umat Islam
Andalusia setelah berhasil mengalahkan Yusuf, Wali Gubernur Ifkriyah.
Setelah
mengalahkan Yusuf, Abdurrohman masih harus menghadapi kepala-kepala suku Arab
dan Barbar yang berambisi untuk menjadi penguasa Andalusia. Bahkan diantara
kepala suku Arab ada yang meminta bantuan kepada Charle Magne Agung, seorang
pejuang agama Kristen dari Perancis, untuk merusak umat Islam. Charle Magne
datang dengan pasukannya yang begitu besar, kemudian bergabung dengan tentara
suku Arab tersebut. Namun pemberontakan tersebut dapat ditumpas oleh Abdurrohaman
dan pasukannya.
Walaupun
sempat mengalami pemberontakan dari beberapa suku Arab, tetapi pada periode ini
Andalusia mengalami sedikit gangguan dari kalangan fanatik Kristen. Hal ini
dikarenakan pengaruh dari adanya sikap amir yang memberi kebebasan kepada
mereka untuk beribadah sesuai dengan agamanya.
Amir yang berkuasa
pada periode ini yaitu :
a.
Abdurrohman ad-Dakhil
Amir
pertama, Abdurrohman diangkat sebagai seorang administrator yang bertugas
mengatasi pemberontakan dari para kepala suku. Beliau membagi wilayahnya
menjadi enam provinsi yang dikepalai oleh gubernur-gubernur dengan penjagaan
keamanan kerajaan. Mereka terdiri dari kalangan tentara yang terorganisir
dengan baik dan terlatih sejumlah 40.000 tentara bayaran Barbar.
b.
Hisyam I
Hisyam
I yang merupakan amir kedua terkenal dengan kedermawanannya dan kesalehannya,
sehingga para ulama dan ahli fiqh selalu berdampingan dengannya. Beliau
merupakan pemimpin yang tegas dalam menegakkan hukum Islam. Maka jarang terjadi
pemberontakan dalam negeri, sehingga pembangunan berjalan terus.
c.
Hakam I
Masa
kepemimpinan khalifah Hakam I sebagai amir ketiga terjadi perpecahan antar umat
Islam. Ukhuwah Islamiyah mulai retak karena kebijakan dan akhlaknya yang buruk.
Ajaran Islam diinjak-injak, suka berfoya-foya, kejam, dan senang mabuk-mabukan.
Hakam I secara kejam juga menyiksa para ulama dan ahli fiqh yang menasihatinya.
Akibat dari kebijakan dan sikap pemimpin ini, kembali terjadi perpecahan antarsuku.
d.
Abdurrohman II
Pada
kepemimpinan Abdurrohman II, umat Islam masih dalam perpecahan. Selain itu juga
terdapat gerakan dari Alfonso II, kepala suku Leon dan kepala-kepala suku
Kristen lainnya. Namun gerakan tersebut dapat ditumpas. Sementara
kerajaan-kerajaan kecil Kristen dibebani pajak yang berat dan diperlakukan
dengan kasar. Hal ini justru semakin menambah dendam dan kebencian.
Pemimpin
selanjutnya sepeninggal Abdurrohman II adalah Muhammad I (852-886), Mundir
(886-888), Abdullah (888-912). Pada masa kepemimpinan tiga amir ini,
pemberontakan kembali terjadi.
3.
Periode Kekhalifahan (912-1013 M)
Islam
di Andalusia pada masa ini mencapai puncak kejayaannya, bahkan mampu menyaingi
kejayaan Abbasiyah di Baghdad. Masa kekhalifahan dimulai pada masa Abdurrohman
III. Beliau merupakan khalifah yang berkedudukan di Cordova.
Abdurrohman
III berhasil mempersatukan kembali umat Islam yang telah retak dalam jangka
waktu 50 tahun. Bahkan Islam dapat melumpuhkan kekuatan kepala-kepala suku
Kristen, Arab, dan Pribumi. Ilmu pengetahuan dan pembangunan berkembang dengan
pesat. Pembangunan kota al-Zahro dan saluran air yang menembus gunung sepanjang
80 kilometer. Di dalamnya terdapat puri, jembatan, rumah sakit,
sekolah-sekolah, panti jompo, perpustakaan, industri, dan berbagai fasilitas
lainnya yang menandai kemajuan peradaban.
Kekhalifahan
selanjutnya diteruskan oleh Hisyam II yang diangkat saat berusia 11 tahun. Pada
masa ini kondisi umat Islam Andalusia kembali melemah. Kerajaan-kerajaan kecil
atau nama suku mulai berdiri di kota-kota, seperti Seville, Cordova dan Toledo,
yang pada akhirnya mengakibatkan jatuhnya kekuasaan Bani Ummayah di Andalusia.
4.
Periode Muluk Ath-Thowaif (1013-1086 M)
Islam
mulai terpecah dan mengalami kemunduran pada periode ini akibat pejabat negara
yang tidak memiliki kecakapan. Ditandai dengan dihapuskannya jabatan khalifah
oleh dewan menteri pada tahun 1013. Antar umat Islam juga terjadi perang
saudara. Namun demikian, kehidupan intelektual mereka tetap berlanjut. Umat
Islam di Andalusia dipimpin oleh raja-raja kerajaan kecil yang saling berebut
kekuasaan. Hal ini merupakan peluang besar bagi musuh-musuh Islam.
5.
Periode Murobithun (1086-1143) dan Muwahhidun (1146-1235)
Meskipun
Andalusia terpecah, tetapi masih terdapat dua kekuasaan dominan, yaitu kekuasaan
Murobithun dan Muwahhidun. Murobithun pada mulanya merupakan gerakan yang
didirikan oleh Yusuf Ibnu Tsyfin di Afrika Utara. Ia masuk ke Andalusia atas
undangan dari penguasa-penguasa Islam yang sedang mempertahankan negerinya dari
serangan orang-orang Kristen. Ia dan tentaranya memasuki Andalusia pada tahun
1086 dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Tasyfin memanfaatkan perpecahan
diantara raja-raja kerajaan kecil untuk menguasai Andalusia. Akan tetapi
sepeneninggal Tasyfin, penggantinya adalah raja-raja yang lemah. Maka pada
tahun 1143 M, kekuasaan daulah ini berakhir.[9]
Daulah
Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara merebut Saragosa, bersamaan dengan
jatuhnya Murobithun ke tangan Kristen. Muwahhidun sempat menduduki Cordova,
Almeria, Granada pada tahun 1114-1154 M. Tidak lama kemudian mengalami
kemunduran. Pada saat yang sama terjadi kebangkitan Kristen di Castellia dan
Arragon dengan reconquistanya dan mengadakan penyerang ke wilayah-wilayah
Islam. Kekalahan yang dialami Muwahhidun menyebabkan para penguasa lebih
memilih kembali ke Afrika Utara dan meninggalkan Andalusia.
6.
Periode Bani Ahmar (1143-1492)
Setelah
Muwahhidin meninggalkan Andalusia, sebagian besar kota-kota pusat
kerajaan-kerajaan kecil Islam jatuh ke tangan Kristen, kecuali kota Granada
yang dilindungi oleh gunung dan benteng-benteng. Kota ini sanggup bertahan dari
serangan musuh selama 44 tahun. Namun pada akhirnya, raja Ferdinand dan Isabella berhasil
menghancurkan Granada dengan serangan beruntun pada 1485, 1487, 1489, 1491, dan
1492.
Pada
periode ini, umat Islam hanya berkuasa di daerah Granada yang dipimpin oleh
Bani Ahmar. Berakhirnya kekuasaan Islam di Andalusia ini dikarenakan adanya
perselisihan untuk memperebutkan kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad merasa tidak
senang kepada ayahnya karena menunjuk anaknya yang lain sebagai pengganti. Dia
pun melakukan pemberontakan dan meminta bantuan kepada raja Ferdinand dan
Isabella. Upaya ini berhasil dan Abdullah naik takhta. Dalam perkembangannya,
umat Kristen terus melakukan penyerangan dan Abdullah tidak dapat menahan
serangan tersebut. Pada akhirnya ia menyerahkan kekuasaan.[10]
MASA KEEMASAN MUSLIM
DI ANDALUSIA
A.
Kemajuan Peradaban dan Ilmu Pengetahuan
Islam di Andalusia telah
menorehkan sejarah bagi perkembangan peradaban dan kebudayaan Eropa. Ia
memiliki peran yang amat sebagai jembatan penyeberangan ilmu pengetahuan
Yunani-Arab ke Eropa. Berikut dipaparkan kemajuan peradaban dan ilmu
pengetahuan di Andalusia.
1. Perkembangan Kajian Bahasa dan Sastara
Bahasa Arab telah menjadi
bahasa pemerintahan Islam di Spanyol. Dimanapun dan kapanpun bahasa Arab digunakan.
Penguasa Bani Umayyah yang pertama adalah seorang penyair, begitu pula beberapa
orang penerusnya. Sebagian besar penguasa memiliki penyair kesayangannya yang
akrab dengan kalangan istana. Bahkan mereke akan dibawa serta mengikuti
perjalanan, dan perang-perang yang mereka lakukan. Kota Seville melahirkan
banyak penyair yang bagus dan penuh inspirasi.[11]
2. Perkembangan Pendidikan dan Intelektual
Berbagai ilmu berkembang
dengan pesat. Baik itu ilmu kedokteran, matematika, kimia, astronomi, maupun
ilmu-ilmu lainnya. Al-Khawarizmi,
merupakan pelopor pertama penggunaan angka, termasuk angka nol. Penggantian
bilangan romawi menjadi bilangan arab ditujukan untuk memudahkan perhitungan,
dan hingga kini masih digunakan. Ilmuwan paling terkenal di bidang botani dan farmasi
di Spanyol adalah Abdullah ibn Ahmad.
Karya-karyanya merupakan cara pengobatan sederhana yang menggunakan binatang,
sayur-sayuran, dan mineral. Ibn Khaldun mempersembahkan
teori perkembangan sejarah yang menempatkan dua aspek sosial berupa fakta-fakta
fisik tentang iklim dan geografi, serta aspek moral dan spiritual yang
memengaruhi perkembangan sosial. Ia juga merumuskan hukum-hukum kemajuan dan
kemunduran suatu bangsa.
- Perkembangan Seni dan Arsitektur
![]() |
Cordova http://wallsdesk.com/cordoba-87112/cordoba-hd/ |
![]() |
Istana Alhambra https://lh3.googleusercontent.com/zVn9PlgOtsWOuoANg3WygslKjIP24l0qwsFssuoilQMP9Q4yJQalOL_0i02QTsekjBFguw=s136 |
a. Cordova
Sebelum islam masuk,
Ccordova merupakan ibukota Spanyol dan kemudian diambil alih oleh Bani Umayyah
pada masa kekuasaan Abdurrohman ad-Dakhil. Di sini lah terdapat Masjid Agung
Cordova. Fondasi masjid ini didirikan oleh Abd al-Rahman I pada 786 di atas
situs gereja. Bagian utama masjid disempurnakan pada 793 dan dilengkapi dengan
menara bundar. Gaya arsitektur menara Spanyol mengikuti mmodel menara di
Afrika, yang aslinya bergaya Suriah. Barisan tiang sebaanyak 1293 buah
membentuk sebuah belantara yang agung, mendukung atap masjid. Lampu-lampu yang
terbuat dari kuningan menyerupai sebuah lonceng.
b. Granada
Granada yang merupakan
tempat pertahanan terakhir umat Islam Andalusia meninggalkan sisa-sisa kejayaan
peradaban Islam. Istana Alhambra dengan dekorasinya yang besar, megah, dan
indah, merupakan peninggalan-peninggalan yang paling agung. Arsitektur
bangunannya terkenal di seluruh Eropa dan disebut-sebut sebagai puncak
ketinggian arsitektur Spanyol Islam. Istana ini diperindah dengan taman yang
berada di sekelilingnya.
- PENGARUHNYA
BAGI RENAISSANCE
Doktrin
gereja yang menolak kajian ilmu pengetahuan telah menguasai dunia Barat selama
berabad-abad. Padahal pada masa sebelumnya, ilmu pengetahuan dan filsaft sempat
berkembang di Yunani. Sementara itu, dunia Islam sibuk melakukan kajian ilmu
pengetahuan sehingga melahirkan peradaban yang lebih tinggi.
Hal
inilah yang menyebabkaan ilmuwan Eropa tertarik untuk mengetahui khazanah
keilmuwan dunia Islam. Mereka kemudian mencoba mentransfer sejumlah ilmu
pengetahuan dengan cara menterjemahkan buku-buku karya ilmuwan muslim. Selain
itu, mereka juga mengirim sejumlah mahasiswa untuk belajar di dunia Islam.
Salah satu tempat yang dituju adalah Spanyol. pemuda-pemuda Kristen
Eropa yang belajar di Universitas Islam di Spanyol, seperti Universitas
Cordoba, Sevilla, Malaga, Granada, Salamanca.
Ilmu
pengetahuan dan peradaban Islam di Eropa menimbulkan gerakan kembangkitan
kembali (renaissance). Orang-orang Barat
ingin mengembalikan kejayaan pada masa lalu yang pernah diraih Yunani. Perkembangan
pengetahuan Yunani di Eropa ini tidak lepas dari tangan umat Islam yang
menterjemahkan berbagai karyanya. Pemikiran Ibn
Rusyd yang mengulas pikiran Aristoteles tentang kebebasan berpikir merupakan
pemantik dari keinginan bangsa Barat.
Walaupun Islam akhirnya terusir dari
negeri Spanyol dengan cara yang kejam, tetapi ia telah membina gerakan-gerakan
penting di Eropa. Gerakan-gerakan itu adalah kebangkitan kembali kebudayaan
Yunani klasik (Renaissance) pada abad ke 14 M yang bermula di Italia,
gerakan reformasi pada abad ke 16 M, Rasionalisme pada abad ke 17 M, dan
pencerahan (Aufklaerung) pada abad ke 18 M.[12]
RUNTUHNYA KEKUASAAN
MUSLIM ANDALUSIA
Keadaan Andalus pada masa pemerintahan
Abdurrahman II mengalami banyak goncangan dan kekacauan, pasalnya dalam
kekuasaan pemerintahan siling berganti. Selama itu pula di Andalus terjadi
peralihan dari pemerintahan bangsa Gothia kepada Bani Umayyah.
Pengaruh geografis Andalus yang terpisah oleh
pegunungan tidak memungkinkan untuk dilakukan sistem sentralisasi yang dibangun
oleh Abdurrahman II (206 – 238 H/822 – 852 M), sehingga berlakunya sistem
disentralisasi justru menimbulkan perpecahan pada pemerintahan. Seperti
timbulnya kerajaan-kerajaan kecil, sebut saja kerajaan bani Hujjaj di Sevilla
dari suku Arab Yamami, Kerajaan Zi Al Nur di Stramdora, dan bagian selatan
Portugal dari suku Barbar. Emir Abdurrahman III yang menggantikan Emir Abdullah
mampu mengembalikan wilayah kekuasaan dinasti bani Umayyah yang hampir musnah. Namun
Andalus kembali dikuasai oleh Muluk Al Thawaif (raja-raja golongan) akibat
adanya serangan kaum Nasrani dari Leon, tetapi ketika Muwaahhidun menguasai
Andalus Muluk Al Thawaif (raja-raja golongan) tersebut tunduk kepadanya.
Pada tahun 609 H/ 1212 M kaum Nasrani
mengadakan serangan besar-besaran ke Spanyol dengan mengatasnamakan perang suci
di Eropa. Saat itu pasukan Nasrani dipimpin oleh Alfonso VIII raja Castille,
sedangkan Andalus di bawah kepemimpinan dari Muwahhidun. Dalam peperangan
tersebut tentara Muwahidun mengalai kekalahan besar sehingga menyebabkan
berakhirnya kekuasaan Muwahhidun di Spanyol. Satu persatu kekuasaan Islam di
Spanyol jatuh ke tangan Nasrani, sehingga selama tahun 1238 – 1260 M mereka
dapat menguasai Valencia, Cordova, Murcia, dan Seville. Sehingga peta
pemerintahan Islam di Spanyol berubah dari 20 kerajaan kecil menjadi 1 kerajaan
kecil.[13]
Kekuasaan Islam yang masih tersisa hanyalah
Granada, dibawah kekuasaan bani Al Ahmar. Kerajaan Bani Ahmar menjadi tempat
pelarian, persembunyian dan konsentrasi dari umat Islam di Spanyol akibat
ditaklukannya kerajaan-kerajaan kecil lainnya. Maula Ali Abi Hasan yang
berkuasa di Granada merasa cemas dengan unifikasi (penyatuan) dua kerajaan
yakni Castille dan Aragon. Akibatnya, terjadilah perang dingin dengan kaum
Nasrani. Dengan cara menghentikan pembayaran upeti terhadap raja Ferdinand
serta disampaikan pula ucapan yang sangat menyakitkan. Perlawanan pasukan
kerajaan bani Ahmar terhadap pasukan Ferdinand cukup kuat sehingga kemenangan
dan kekalahan silih berganti bagi masing-masing pihak. Meski begitu, pasukan
Ferdinand dapat mengepung dan memblokade pasukan Islam.[14]
Padatnya penduduk di Kerajaan bani Ahmar bagi pihak Islam menimbulkan permasalahan
seperti bahaya kelaparan dan penyakit, sehingga keadaan kaum muslimin menjadi
kritis. Kerajaan Bani Ahmar akhirnya menyerah juga setelah bertahan beberapa
saat lamanya. Maka pada tanggal 2 Januari 1942 dibuatlah perjanjian guna
menandai berakhirnya kekuasaan Islam di tanah Spanyol. Perjanjian tersebut
berisi janji raja Ferdinand yang akan melindungi umat Islam dan membiarkan
masjid-masjid dalam keadaan seperti biasa. Perjanjian yang telah ditandatangani
di saat penyerahan kota Granada telah dilanggar oleh kaum Nasrani. Sehingga
membuat kaum Muslimin dijatuhi hukuman dan siksaan.
Faktor-faktor yang menyebabkan kemunduran dan
kehancuran kekuasaan Islam di Spanyol diakibatkan oleh beberapa hal seperti :
- Masih adanya beberapa daerah yang belum
dapat diduduki sepenuhnya ketika ekspansi Islam ke Spanyol
Daerah tersebut bernama
Galicia, yang kemudian dijadikan benteng pertahanan, pelatihan, dan sekolah
siasat yang dipersiapkan untuk melakukan perlawanan kepada kekuasaan daulah
bani Umayyah dalam rangka mengembalikan wilayah kekuasaanya.
- Konflik sesama penguasa Islam dengan
kaum Nasrani
Kehadiran bangsa Arab
menimbulkan iri dan membangkitkan rasa kebangsaan bangsa Spanyol yang
Kristen
- Sistem peralihan kekuasaan yang tidak
jelas
Peralihan kekuasaan yang
tidak jelas mengakibatkan sering terjadi perebutan kekuasaan sesama ahli waris,
sehingga melemahkan dan hilangnya wibawa pemerintah
- Keterpencilan
Pemerintahan Islam di
Spanyol yang jauh dari daerah Islam lain mengakibatkan jauhnya dukungan dari
daerah lainnya, terkecuali Afrika Utara.
- Tidak ada ideologi pemersatu
Islamnya penduduk pribumi
Spanyol tidak menjadikan dirinya sederajat dengan bangsa Arab, tetapi tetap
diperlakukan sebagai ibad dan muwalladun sehingga dianggap merendahkan. Oleh
karena itu beragama Islam tidak menjadi daya tarik bagi bangsa Spanyol sebagai
dasar pemersatu ideologi.
- Sulitnya perekonomian
Pembangunan bidang fisik
untuk keindahan kota dan peningkatan ilmu pengetahuan yang terlalu serius
melalaikan pembangunan di bidang perekonomian yang menjadi pendukung persatuan
dan kesatuan.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku :
Phillip K. Hitti. 1970. Dunia Arab Sejarah Ringkas. Bandung :
Sumur
Bandung.
-----2014. History of The Arabs. Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta.
Romein. Aera Eropa (Peradaban Eropa sebagai
Penjimpangan dari Pola
Umum).
Bandung : Ganaco.
Susmihara dan Rahmat. 2013. Sejarah Islam Klasik. Yogyakarta: Ombak.
Yatim, Badri, 2014, Sejarah
Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Sumber Jurnal :
L. Hidayat Siregar.
ANDALUSIA : Sejarah Interaksi Religius dan Linguistik. Jurnal MIQOT Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN
Sumatera Utara. Volume 37. Nomor
2. Juli-Desember 2013.
Fatikhah, Distorsi
Umat Islam Andalusia : Perspektif Pendidikan Politik,
Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan
[2]
Romein, Aera Eropa (Peradaban Eropa
sebagai Penjimpangan dari Pola Umum), (Bandung : Ganaco), hlm 55
[3]
Op.cit, hlm 85
[4]
Phillip K. Hitti, History of The Arabs,
(Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm 630
[5]
Ibid, hlm 631
[6]
Ibid, hlm 633
[7]
Ibid, hlm 634
[8]
L. Hidayat Siregar, ANDALUSIA : Sejarah Interaksi Religius dan Linguistik, Jurnal MIQOTFakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Sumatera Utara, Volume 37, Nomor 2, Juli-Desember 2013. Hlm
263
[9]
Fatikhah, Distorsi Umat Islam Andalusia : Perspektif Pendidikan Politik, Jurusan Tarbiyah STAIN Pekalongan, hlm 12
[10]
Ibid, hlm 13
[11]
Phillip K. Hitti, History of The Arabs,
(Jakarta : PT Serambi Ilmu Semesta, 2014), hlm711
[12]
Yatim, Badri, 2014, Sejarah Peradaban Islam, Dirasah Islamiyah II,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
[13]
Munthoha, dkk, Pemikiran dan Peradaban
Islam, (Yogyakarta : UII Press, 2009), hlm 79
[14]
Susmihara dan Rahmat, Sejarah Islam
Klasik, (Yogyakarta : Ombak, 2013), hlm 387
Tidak ada komentar:
Posting Komentar